TELENEWS.ID – Pembangunan Intermediate Treaty Facility atau ITF. ITF sendiri adalah tempat pengolahan sampah sementara sebelum sampah dikirim ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA), yang pada era Gubernur Anies Baswedan menjadi sorotan publik karena belum rampung. Apalagi, masa jabatan Anies yang hanya tinggal 5 bulan, proyek ini belum ada kejelasan apakah akan terus dilanjutkan atau tidak. Namun, berita mengejutkan justru datang dari Pemprov DKI Jakarta, di mana anggaran untuk pembangunan ITF ini membengkak menjadi Rp. 5,2 Triliun.
Hal ini disampaikan oleh DPRD DKI Jakarta melalui Ketua Komisi D, Ida Mahmudah dalam rapat bersama dengan Jakpro, Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, dan juga Perumda Sarana Jaya. Sebelumnya, anggaran untuk membangun ITF ini sebesar Rp. 4 Triliun, namun membengkak Rp. 1,2 Triliun hingga menjadi Rp. 5,2 Triliun.
Dalam RAPBD 2022, Jakpro mengajukan pinjaman kepada DPRD DKI Jakarta sebesar Rp. 4 Triliun yang sedianya digunakan untuk pembangunan ITF Sunter dan juga ITF Jakarta Barat. Ida justru kaget bahwa sekarang ada pembengkakan anggaran, dan dirinya berpendapat bahwa sebenarnya bisa ditekan hingga Rp. 3 Triliun.
“Sudah saya sampaikan Pak Widi saya pernah duduk bareng dengan Fortum dan Pak Faisal waktu itu, JSL. Itu anggarannya tidak sebesar ini. Tidak sebesar Rp 5,2 (triliun). Waktu itu sekitar Rp 4 triliun,” kata Ida, Senin (23/5/2022).
Pinjaman yang diajukan oleh Jakpro tersebut ditolak oleh DPRD DKI Jakarta pada bulan November 2021 yang lalu. Presetio Edi Marsudi yang memimpin rapat pada bulan November 2021 lalu mengatakan bahwa pihaknya belum mendapatkan penjelasan secara detail terkait pinjaman tersebut. Sehingga, nantinya dikhawatirkan akan menimbulkan permasalahan baru di kemudian hari. Jika pinjaman tersebut dimasukkan ke dalam anggaran Pemprov DKI, maka akan menjadi temuan BPK nantinya.
Bunga Pinjaman
Terkait dengan pembengkakan anggaran tersebut, Jakpro menjawab bahwa pembengkakan tersebut naik karena adanya bunga. Widi amanasto, selaku Direktur Utama Jakpro mengatakan bahwa pihaknya mengajukan Rp. 4 Triliun kepada PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) yang merupakan BUMN. akan tetapi, karena pinjaman tersebut bersifat komersial, maka ada bunga yang harus ditanggung.
Pihak DPRD DKI Jakarta keheranan dengan adanya kenaikan anggaran ini, karena pada awalnya, pinjaman yang diajukan hanya Rp. 2,8 Triliun yang diajukan pada Kesepakatan Kebijakan Umum Anggaran dan Plafon Anggaran Sementara antara DPRD DKI Jakarta dan juga Pemprov DKI Jakarta pada bulan November 2021 yang lalu.
Dalam suratnya, Anies Baswedan mengajukan surat permohonan hutang menjadi Rp. 4 Triliun dengan pelunasan secara bertahap hingga tahun 2024. Artinya, pelunasan tersebut masih akan terus berjalan setelah Anies tidak menjabat lagi sebagai Gubernur DKI Jakarta yang masa jabatannya akan habis pada tahun ini.
Pihak DPRD DKI Jakarta tidak mau mengambil risiko karena ada beberapa pertimbangan, yakni pejabat Gubernur pengganti Anies pasti akan kesulitan untuk melakukan pembayaran. Karena kebijakan ini dikeluarkan oleh Gubernur sebelumnya, yakni Anies Baswedan. Selain itu, pihak DPRD DKI Jakarta juga belum menerima penjelasan lebih lanjut dari Jakpro atau dari Pemprov DKI itu sendiri mengenai pinjaman senilai Rp. 4 Triliun ini. (Latief)