TELENEWS.ID – Salah satu organisasi nirlaba ACT (Aksi Cepat Tanggap) minggu ini membuat heboh karena diduga menggunakan uang operasional dari sumbangan yang didonasikan. Jumlahnya, mencapai angka sekitar Rp. 200 juta perbulan hanya untuk membayar gaji petingginya. Sontak saja, hal ini membuat geger masyarakat, karena selama ini ACT dikenal sebagai organisasi yang aktif menggalang dana untuk kemanusiaan.
Temuan lain yang mengejutkan adalah adanya indikasi transaksi keuangan yang mengarah ke aktivitas terorisme. Hal tersebut berdasarkan temuan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Hasil laporan PPATK tersebut sudah diserahkan ke Densus 88 dan juga Badan Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Kabar mengenai aliran dana ACT ke organisasi radikal juga bukan kali pertama diberitakan. Sebelumnya, pada tahun 2019 yang lalu sempat viral sebuah unggahan dari akun Facebook KataKita yang diunggah pada Selasa, 23 Juli 2019. Saat itu ada sebuah tanggapan layar yang menunjukkan transaksi di Bukalapak yang sebagian dana penjualannya didonasikan ke ACT. Dalam unggahan tersebut juga sempat disinggung bahwa ACT berafiliasi dengan ISIS.
Kabar tersebut mendapatkan tanggapan dari Bukalapak yang membuat sebuah pernyataan resmi melalui laman blognya. Dalam pernyataan tersebut, Bukalapak mengkonfirmasi bahwa kabar tersebut adalah sebuah berita bohong. Ditambahkan, Bukalapak juga bekerjasama dengan beberapa lembaga donasi yang sudah bersertifikasi oleh pemerintah. Seperti misalnya ACT itu sendiri, kemudian BAZNAS, Dompet Dhuafa, Rumah Zakat, Rumah Yatim dan Kitabisa.
Setali tiga uang dengan Bukalapak, ACT yang saat itu diwakili oleh Vice President, Ibnu Hajar mengatakan bahwa organisasi ACT adalah lembaga kemanusiaan yang menjunjung tinggi transparansi dan juga penyaluran donasinya yang mendapatkan sertifikasi dari pemerintah. Dan pihaknya juga menyebut bahwa berita bohong tersebut dibuat oleh pihak yang tidak menyukai keberadaan ACT.
Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana seperti dikutip dari CNN mengatakan bahwa PPATK menemukan beberapa transaksi yang dananya diduga disalahgunakan untuk kepentingan pribadi dari yayasan tersebut.
“Indikasi kepentingan pribadi dan terkait dengan dugaan aktivitas terlarang. Sudah kami serahkan hasil analisisnya kepada aparat penegak hukum sejak lama,” ujarnya kepada awak media pada Senin, (4/7/2022).
Sementara itu, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri mengaku belum menerima laporan terkait masalah ini. Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan bahwa sekarang ini masih dalam tahap pengumpulan bahan dan juga keterangan dari pihak terkait. (Latief)