Home Nasional Bongkar Pasang Jalur Sepeda Jakarta, Boroskan Anggaran, Abai Pada Lingkungan

Bongkar Pasang Jalur Sepeda Jakarta, Boroskan Anggaran, Abai Pada Lingkungan

Facebook
Twitter

TELENEWS.ID – Pekan lalu, Wakil Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni mengusulkan agar jalur sepeda Sudirman-Thamrin Jakarta dibongkar saja. Usulan ini dianggap cerminan absennya wawasan ekologi politik anggota DPR.

Dalam sejumlah literature dijelaskan bahwa ekologi politik fokus pada kajian sosial politik terhadap lingkungan sehingga muncul reformulasi kebijakan yang pro lingkungan, sedangkan Ahmad Sahroni tidak berwawasan lingkungan.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jakarta, Tubagus Soleh Ahmadi menegaskan bahwa anggota Komisi III DPR RI tersebut mengabaikan wawasan ekologi politik. Ia mengingatkan bahwa penyumbang polusi udara di Jakarta sebanyak 75 persen berasal dari kendaraan bermotor, sehingga seharusnya jalur sepeda dan pejalan kaki justru perlu ditambah dan diperbaiki.

Dalam rapat bersama Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, politikus dari partai NasDem tersebut meminta agar Kapolri mengevaluasi tentang jalur permanen Sudirman-Thamrin. Sahroni juga tak ingin muncul isu diskriminasi pengguna jalan baik itu sepeda road bike ataupun sepeda seli.

Bagus juga melanjutkan bahwa di tengah situasi darurat iklim, Jakarta membutuhkan transisi kebiasaan masyarakat dalam bertransportasi ke arah yang lebih bijak, jadi keberadaan jalur sepeda harus dilihat sebagai keinginan publik yang memilih alat transportasi yang ramah lingkungan.

Menyediakan jalur sepeda, tambah aktivis lingkungan itu, adalah amanat Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Kewajiban pemerintah untuk menyediakan jalur sepeda dan pejalan kaki, adalah hak bagi masyarakat yang diatur dalam UU tersebut.

Namun diketahui, dalam rapat dengan Komisi III DPR, Kapolri sudah memberi persetujuan untuk membongkar jalur sepeda tersebut. Namun, Polri akan mencari formula yang pas dan cocok sebagai pengganti jalur sepeda permanen di ruas jalan Sudirman-Thamrin.

Tak hanya Ahmad Sahroni, anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDIP, Gilbert Simanjutak juga mengatakan bahwa pembuatan jalur sepeda justru membebani Dinas Perhubungan (Dishub) DKI. Ia menilai jalur sepeda sepanjang 63 kilometer di Jakarta yang digagas Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dengan memakan anggaran Rp62 miliar dinilai gagal dan hanya menghamburkan anggaran.

Menurutnya, Dishub hanya fokus mengawasi anggaran pembuatan jalur sepeda saja. Padahal, jalur sepeda tidak banyak dinikmati oleh masyarakat. Gilbert juga menyarankan agar Dishub DKI harus fokus mengurusi transportasi secara menyeluruh, opsi jalur sepeda harusnya menjadi urusan sekunder.

“Moda transportasi yang belum terintegrasi dari Timur, Utara, Barat, Selatan itu seharusnya menjadi fokus,” kata Gilbert.

Anggaran pengadaannya sia-sia sebab hampir tidak ada orang yang menggunakan jalur sepeda, jalur sepeda hanya digunakan saat pandemi saja yang hype pada akhir-akhir ini. Di sisi lain, pengawasan dan penindakan hukum bagi pelanggar jalur sepeda dinilai sudah loyo. Gilbert menegaskan jalur sepeda tidak cocok diterapkan di DKI Jakarta.

Terlebih, pengawasan serta penindakan hukum bagi pelanggar jalur sepeda sekarang pun sudah longgar. Ia menilai jika jalur sepeda ini hanya dijadikan ajang pencitraan Pemprov DKI saja.

Jalur sepeda ini memang menuai pro dan kontra antar kalangan. Penyediaan jalur sepeda ini juga memperhatikan hak bagi masyarakat yang menggunakan alat transportasi berupa sepeda.

Dihubungi secara terpisah, Djoko Setijowarno selaku Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat menuturkan bahwa harus ada lima syarat yang dipenuhi untuk memaksimalkan jalur sepeda dengan tetap memperhatikan hak pengguna.

Pertama, harus dirancang menarik secara estetika. Kedua, memperhatikan aspek keselamatan. Ketiga, dapat diakses dengan mudah. Keempat, mempertimbangkan kenyamanan pengguna jalan. Kelima, berkelanjutan dalam memenuhi kebutuhan rute langsung ke tujuan.

Dalam menjamin keamanan, ia berpendapat bahwa perancangan jalur sepeda tentunya mesti bertujuan untuk mempermudah para pesepeda yang belum berpengalaman, terlebih jalanan di Jakarta ramai dan tidak ramah bagi pesepeda maupun pejalan kaki. Selain itu, jalur sepeda harus tampak jelas dengan ketentuan ukuran lebar 1,5 meter, bebas rintangan di atasnya, serta dirawat dengan rutin.

Di sisi lain, Djoko mengatakan jika demi keamanan dan kenyamanan, perlu disediakan pula fasilitas parkir sepeda di kantor, sekolah, tempat rekreasi, tempat ibadah, pasar, stasiun, pusat perbelanjaan serta permukiman.

“Di masa lalu, tempat parkir sepeda berada di bagian muka, bukan di belakang atau disembunyikan, sehingga mudah diakses dan terlihat. Hal seperti ini hendaknya dapat dilakukan kembali, sehingga sepeda bisa menjadi primadona transportasi,” ujar Djoko saat dihubungi, Rabu (9/10).

Jalur sepeda, tegas Djoko, tidak akan efektif bila Pemerintah Provinsi DKI Jakarta belum membatasi mobilitas kendaraan bermotor. Jika mengambil ruas jalan, lanjutnya, perancangan jalur sepeda dan pejalan kaki sebaiknya disatukan atau bahkan ada pembatasan fisik. Namun Djoko mengaku masih pesimis dengan penegakan hukumnya di lapangan.

Secara tegas, Djoko mengkritik pembangunan jalur sepeda di Ibukota. Menurutnya, konsep pembangunan jalur sepeda seharusnya dibuat di simpul-simpul permukiman dan tempat beraktivitas masyarakat kemudian dihubungkan dengan jalur penyambung.

“Membangun jalur sepeda terbalik, mestinya dimulai dari pinggiran atau kawasan tempat tinggal,” ujar akademikus Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata ini.

Yayat Supriatna, Pengamat Tata Kota dari Universitas Trisakti pun sepakat dengan Djoko. Menurutnya, jalur sepeda harus menghubungkan simpul-simpul antara tempat tinggal, tempat wisata, lokasi belanja dan perkantoran agar lebih terintegrasi secara efektif.

“Kalau tak ada hubungan interkoneksi, ngapain orang muter-muter naik sepeda? Kebanyakan masyarakat Jakarta tinggal di pinggiran,” ujar Yayat saat dihubungi, Rabu (9/10).

Yayat pun mempertanyakan, pembangunan jalur sepeda itu untuk kepentingan siapa. Sebab, kata dia, penduduk Jakarta mayoritas tinggal di Jakarta Timur dan Jakarta Selatan. Ia juga menekankan pentingnya jaringan struktur yang diikuti kultur. Ia mengakui, ke depannya Jakarta memang harus memperbanyak ruang bagi pesepeda dan pejalan kaki.

Yayat berharap, jalur sepeda bisa menjadi tata ruang alternatif bagi pesepeda yang hendak pergi ke kantor, tempat wisata, atau pusat perbelanjaan. Ia mengatakan, penetapan ruas jalan juga tidak tumpang tindih dengan penggunaan ruas jalan lainnya.

“Misalnya, bisa enggak pesepeda berbagi ruang dengan pejalan kaki? Jalur sepeda juga harus steril, sehingga orang bisa berkata, ‘nah ini yang namanya hak untuk para pesepeda’,” tutup Yayat. (Uswatun)

Facebook
Twitter

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Yoyic Dairy Indonesia

Most Popular

Startup Indonesia Lakukan PHK Besar, Ada Apa?

TELENEWS.ID – Beberapa hari lalu, perusahaan startup Indonesia seperti LinkAja, Zenius, SiCepat, dan JD.ID melakukan pemutusan hubungan kerja kepada sejumlah karyawannya. Hal...

Elon Musk Batal Bangun Pabrik Tesla di India, Peluang Indonesia Semakin Besar

TELENEWS.ID – Dikutip dari India Times dan ABP Live, Elon Musk memutuskan untuk tidak berinvestasi di India dalam membangun pabrik mobil Tesla...

Ibukota Akan Pindah, Bagaimana Pertahanan Udaranya?

TELENEWS.ID - Pemindahan Ibukota negara ke Penajam, Paser Utara, Kalimantan Timur harus dibarengi dengan pertahanan udara yang maksimal. Karena, posisi Ibukota tersebut...

Pemprov DKI Mengandalkan SPAM untuk Mengatasi Akses Air Bersih

TELENEWS.ID - Untuk mengatasi masalah banjir dan juga menanggulangi masalah air bersih di DKI Jakarta, Pemprov DKI Jakarta mendapatkan kucuran dana dari...