TELENEWS.ID – Sri Lanka memang terkenal sebagai negara multi-etnis yang dilengkapi dengan budaya dan juga sejarah yang cukup menarik. Salah satu fakta yang mungkin tidak diketahui banyak orang adalah ada salah satu etnis yang tinggal di Sri Lanka merupakan keturunan Melayu. Dan menariknya, sebagian besar dari etnis tersebut adalah keturunan Jawa!
Kelompok Melayu yang hidup di Sri Lanka (Sri Lankan Malay) adalah komunitas yang memang menjadi bagian dari sejarah negara Asia Selatan tersebut dari masa kolonial. Mereka bukanlah kelompok atau komunitas imigran atau expatriate yang datang dari Malaysia atau Indonesia yang mencari nafkah dan tinggal di Sri Lanka.
Komunitas tersebut sebagian besar datang dari etnis Melayu yang berasal dari Indonesia terutama pulau Jawa. Dan lainnya berasal dari sejumlah daerah seperti Ambon, Banda, Tidore dan Goa. Sebagian kecil dari komunitas tersebut memang ada yang berasal dari etnis Melayu Malaysia.
Ada beberapa versi yang bisa digali tentang mengapa etnis Melayu bisa hidup dan tinggal di Sri Lanka. Versi yang pertama adalah adanya hubungan dagang antara dua kerajaan kuno yaitu kerajaan Sri Lanka dan Sriwijaya.
Namun bukti yang paling kuat adalah ketika masa penjajahan Belanda yang terjadi di abad ke-17 lalu. Sri Lanka yang masih bernama Ceylon ketika itu menjadi salah satu lokasi pengasingan orang-orang Indonesia yang dilabeli sebagai pemberontak oleh Negeri Kincir tersebut. Selain itu, tentara atau pekerja dari Kepulauan Nusantara dikirim ke Sri Lanka oleh pemerintah kolonial Belanda. Tak ayal beberapa tokoh bangsa yang pernah diasingkan ke Ceylon seperti Syekh Yusuf al-Makassari dan Amangkurat III.
Bukti kuat sejarah lain yang bisa dihubungkan adalah adanya kota pelabuhan yang bernama Hambantota yang terletak di Sri Lanka bagian Selatan. Nama Hambantota adalah campuran dari bahasa Sinhala dan Melayu yakni Sampan dan Tota yang artinya tempat berlabuhnya kapal. Maka tak ayal kota tersebut menjadi salah satu tempat komunitas Melayu di Sri Lanka.
Etnis Melayu ini disebut dengan Ja-Minissa yang dalam bahasa Sinhala artinya orang Jawa. Walaupun tergolong minoritas, namun komunitas tersebut ternyata juga berpengaruh terhadap budaya Sri Lanka melalui asimilasi budaya Sri Lankan Malay.
Sarung atau Sarong dalam bahasa Sinhala, hingga kini masih dikenakan oleh masyarakat luas di Sri Lanka bahkan menjadi pakaian tradisional. Lalu ada alat musik Rebana atau Rabana dalam bahasa Sinhala yang juga menjadi salah satu alat musik tradisional Sri Lanka.
Berbicara tentang kuliner, pengaruh yang sangat kentara terlihat pada beberapa makanan seperti sambal (sambol), pastel (pasthol), acar (achcharu), kue putu (pittu), nasi kuning (Nasi Kooning/kaha bath) dan juga dodol.
Perkembangan Islam di Sri Lanka juga tak lepas dari kontribusi Sri Lankan Malay. Kebudayaan Islam pun hingga kini masih dipraktikan oleh komunitas tersebut.
Sebagai negara multikultur dan multietnis seperti Indonesia, Sri Lanka juga memiliki dasar untuk menjaga kesatuan, persatuan, dan keharmonisan dalam hidup berbangsa dan bertanah air.
Dengan zaman yang semakin berkembang, Ja-Minissu menghadapi tantangan yang cukup berat. Bukan hanya konflik horizontal dan juga diskriminatif, namun dalam hal melestarikan identitas dan budaya mereka. Salah satu yang mulai tergerus dan mulai hilang adalah penggunaan Bahasa Melayu.
Meskipun hidup sebagai minoritas, Ja-Minissu membentuk perkumpulan atau asosiasi yang bertujuan untuk melestarikan kebudayaan dan identitas mereka antara lain Mabole Malay Association, Conference of Sri Lanka Malays (COSLAM), Sri Lanka Malay Rupee Fund, dan Sir Lanka Malay Confederation (SLAMAC).(Neidi)