TELENEWS.ID – Pandemi COVID-19 yang tak berkesudahan ini memang berdampak bagi beberapa sektor terutama sektor pariwisata. Bahkan industri pariwisata saat ini kondisinya ditengarai lebih parah dari tahun 2020 lalu.
PT Hotel Indonesia Natour (Persero) HIN adalah salah satu yang terdampak pandemi berkepanjangan ini. BUMN di sektor perhotelan tersebut memang harus menelan pahitnya dampak dari pandemi setelah pengunjung hotelnya menurun drastis hingga 67% pada tahun 2020 lalu.
“Pada tahun 2020 hunian kami hanya mencapai angka 27% sepanjang tahun. Industri perhotelan sangat merasakan dampak dari pandemi ini,” ujar Christine Hutabarat selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT HIN.
Walaupun cukup sulit, menurutnya, para pelaku pariwisata sudah mulai melakukan adaptasi melawan hantaman pandemi dengan cara menguatkan keamanan, kesehatan, kebersihan dan kelestarian lingkungan atau lebih dikenal dengan sebutan CHSE (Cleanliness, Healthy, Safety, Environment Sustainability).
Dirinya menjelaskan bahwa CHSE bukanlah sekedar isapan jempol belaka, namun telah menjadi karakter dalam memberikan pelayanan di industri pariwisata. Nantinya, kepercayaan masyarakat akan tumbuh dengan sendirinya serta memberikan edukasi protokol kesehatan layaknya yang dianjurkan oleh pemerintah.
Christine menuturkan bahwa selain mengupayakan beberapa kegiatan untuk beradaptasi dengan situasi dan kondisi, ajakan dari Kemenparekraf dari tahun 2020 dalam hal hibah Pariwisata serta bantuan lain dirasa sangat membantu sektor industri pariwisata untuk bertahan dari hantaman pandemi.
Ajakan dari pemerintah terebut digunakan untuk sejumlah kegiatan seperti meningkatkan kualitas dengan adanya implementasi CHSE dan latihan tenaga kerja, selain juga membiayai operasional hotel di masa yang sangat sulit seperti ini.
Kondisi memprihatinkan juga dirasakan oleh para pelaku bisnis kreatif yang ada di Pulau Dewata, Bali. Cokorda Juliyana selaku pemilik Kerajinan Perak dan Tas Kulit Cyn merasakan dampak pandemi ini. Dirinya menuturkan bahwa usaha yang dijalaninya sudah mulai beradaptasi meskipun sangat berat.
“Adaptasi kami lakukan agar rekan-rekan pelaku industri kreatif yang lain juga bisa terus berkarya di tengah situasi dan kondisi yang sedang sulit seperti sekarang ini,” ungkapnya.
Cokorda menuturkan bahwa upaya yang ditempuh pemerintah membuat usahanya bisa terus bertahan di tengah hantaman pandemi.
Menurutnya pemerintah sangat membantu dengan sering menggelar pelatihan pemasaran produk yang dilakukan secara daring. Mereka pun dituntut untuk terus beradaptasi di tengah pandemi seperti sekarang ini. Khususnya untuk memberikan semangat kepada para pengrajin perak untuk berjalan beriringan.
Di lain pihak, Maulana Yusran selaku Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) menurutkan bahwa industri perhotelan dan restoran sudah adalah dua sektor yang paling berkomitmen dalam menjalankan protokol kesehatan. Standar protokol kesehatan sudah disusun dengan baik oleh pihaknya bahkan sejak awal Maret 2020 lalu. Meskipun standar tersebut tiga kali mengalami perubahan karena menyesuaikan Surat Edaran Menteri Kesehatan dan WHO. (Neidi)
