Home Gaya hidup Kesehatan Gembar-Gembor 'Gotong Royong', Dalih Negara Tutupi Kegagalan Tangani Pandemi

Gembar-Gembor ‘Gotong Royong’, Dalih Negara Tutupi Kegagalan Tangani Pandemi

Facebook
Twitter

TELENEWS.ID – Kurang lebih selama 16 bulan pandemi Covid-19 melanda Indonesia. tren kasusnya pun kembali melonjak dalam beberapa pekan terakhir seiring merebaknya mutasi dari varian anyar virus Covid-19 ini terutama varian delta (B.1617.2) yang ditengarai lebih rawan menular dan membahayakan.

Tak kurang-kurang berbagai kebijakan pun dikeluarkan oleh pemerintah dalam mengatasi pandemi yang berdampak serius terhadap roda perekonomian baik makro maupun mikro. Tak sekadar itu, para pejabat pun berbondong-bondong menyerukan seruan gotong royong kepada masyarakat dalam penanganan pagebluk ini. Sesuatu yang sebenarnya sudah dijalani oleh manusia purba tanpa mengenal doktrin nasionalisme, Pancasila maupun Bhinneka Tunggal Ika. Gotong royong adalah jiwa yang mengakar pada tiap manusia sejak dulu.

Pernyataan gotong royong salah satunya diungkap dalam pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat menyampaikan ucapan Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) tahun 2021. Salah satunya melalui akun Twitter resminya @jokowi yang menciutkan kata “Lebih setahun dunia dicengkeram pandemi global Covid-19, lebih setahun pula Indonesia berjuang membendung segala dampaknya. Hari ini, dengan semangat Budi Utomo, kita bergoting royong untuk bangkit dan menang melawan pandemi dan bersama-sama melangkah menuju Indonesia maju” tulis Presiden Jokowi.

Tak ketinggalan, Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo atau yang kerap disapa Bamsoet ini pun latah. Ia ikut-ikutan menyerukan gotong royong yang disampaikannya dalam momentum Hari Lahir Pancasila yang dirayakan masyarakat Indonesia saban 1 Juni.

“Presiden Republik Indonesia pertama Soekarno, pada 76 tahun lalu, telah menegaskan bahwa Indonesia adalah negara gotong royong. Sikap gotong royong yang merupakan pengejawantahan dari sila Pancasila harus terus ditumbuhkan kembangkan seluruh elemen bangsa agar Indonesia mampu segera terbebas dari pandemi Covid-19,” tutur Bamsoet.

Tak hanya Bamsoet, ajakan serupa juga disampaikan oleh Ketua DPR RI yakni Puan Maharani dan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. Keduanya menggunakan narasi gotong royong dengan mendorong semua komponen bangsa agar sama-sama memikul beban serupa dan tetap bersama dalam merespons kenaikan kasus Covid-19 pasca Idulfitri 1442 H

Menanggapi fenomena banyaknya pejabat yang menggunakan narasi serupa, Pakar Semiotika Institut Teknologi Bandung (ITB), Yasraf Amir Piliang menilai jika gembar-gembor gotong royong yang diserukan tersebut digunakan sebagai dalih untuk menutupi kegagalan negara dalam penanganan pandemi Covid-19. Sehingga dicarilah ‘kambing hitam’ untuk berlindung di baliknya.

“Sehingga dicarilah sasaran untuk mencari ‘kambing hitam’ untuk berlindung di balik itu. Ya, masyarakat, kan? Saya rasa, tanpa diperintahkan gotong royong, orang sudah dari dulu gotong royong dalam menangani Covid-19,” ucapnya saat dihubungi, Jumat (9/7).

Tak hanya itu, Yasraf juga mengkritik kebijakan Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono (KB) X yang sempat terang-terangan meminta semua dukuh (kepala RT/RW) agar membentuk Satuan tugas (Satgas) Penanganan Covid-19. Namun, beban operasionalnya dibebankan dari dana swadaya masyarakat dengan memanfaatkan narasi semangat gotong royong.

Ini artinya, menurut Yasraf, pemerintah memanipulasi makna dari gotong royong dan memanfaatkan istilah gotong royong ini untuk mengeruk dana dari masyarakat. Itu bukanlah kebijakan yang tepat sebab konsep dari gotong royong bukan seperti itu. Gotong royong merupakan inisiatif dari bawah atau masyarakat sendiri.

Menurut Yasraf, tanpa perlu ditegaskan lagi rakyat sudah ‘kenyang’ menerima janji manis menjelang pemilihan umum atau musim pemilu. Namun, pemerintah selalu mengabaikan kebutuhan rakyat termasuk ketika pandemi COvid-19 terjadi. Bahkan, sekarang mengambil dalih naratif gotong royong untuk meminta rakyat iuran. Ini merupakan suatu hal yang tidak adil.

Jika merujuk pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, semestinya pemerintah pusat ataupun daerah bertanggung jawab penuh dalam penanganan pandemi Covid-19. Dari mulai pengadaan vaksin, tes usap (swab test), hingga memberikan makanan kepada rakyat.

Selama ini menurut Yasraf pemerintah mengelak dari UU Kekarantinaan Kesehatan dan lebih memilih membuat suatu model baru tanpa inovasi agar terlihat seperti inovasi misalnya PSBB transisi hingga PPKM Darurat. Dari UU Kekarantinaan Kesehatan yang intinya mengelak dari kewajiban pemerintah sebab memang ada kecurigaan pemerintah tidak memiliki dana. Padahal pemerintah utang melulu.

Yasraf berpendapat, berlarut-larutnya pandemi Covid-19 di Tanah Air tidak terlepas dari rekam jejak kebijakan pemerintah dalam mengananinya. Negara dianggapnya inkompetensi dan tidak profesional bahkan mismanajemen hingga konflik kepentingan sudah terjadi sejak awal wabah di Indonesia.

Ia mengatakan jika sedari awal, pemerintah sedang galau masalah penanganan hingga keteteran dan kacau. Bahkan, Yasraf menyebut jika penanganan pandemi di Indonesia terlalu amatiran. (Uswatun)

Facebook
Twitter

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Yoyic Dairy Indonesia

Most Popular

Ragam Tradisi Unik Penuh Makna Keluarga Tionghoa Dalam Menyambut Imlek

TELENEWS.ID - Tradisi masyarakat Tionghoa dalam menyambut Imek atau tahun baru China pastinya memberi makna tertentu. Kali ini di tahun 2022, perayaan...

Status Kelurahan Krukut Tidak Lagi Zona Merah Covid 19, Micro Lockdown Dicabut

TELENEWS.ID - Banyak daerah khususnya di DKI Jakarta mendapat status level 2 dan juga menerapkan micro lockdown. Hanya saja semenjak varian Omicron...

Doyan Sindir Anies Baswedan, Wagub DKI Ke Giring: Tunjukkan Kinerja Dan Prestasi

TELENEWS.ID - Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria angkat bicara soal aksi saling sindir antara Gubernur Anies Baswedan dengan Ketua Umum...

Tidak Ada Tempat Bagi Koruptor, Indonesia – Singapura Tanda Tangan Perjanjian Ekstradisi

TELENEWS.ID - Sejak tahun 1998, Indonesia dan Singapura telah melakukan berkali-kali untuk mengukuhkan perjanjian ekstradisi untuk kedua negara namun selalu gagal. Diketahui...