Home Nasional Hukum Hakim “The Best One” Si Pemotong Hukuman Edhy Prabowo

Hakim “The Best One” Si Pemotong Hukuman Edhy Prabowo

Facebook
Twitter

TELENEWS.ID – Pemotongan masa tahanan Edhy Prabowo menimbulkan tanda tanya banyak pihak. Masyarakat menyayangkan putusan hakim yang menyunat hukuman dari terdakwa korupsi tersebut. Apalagi, vonis yang dijatuhkan juga sebenarnya tergolong ringan untuk tindak pidana korupsi, yakni hanya 9 tahun. Sekarang, palu sudah diketuk dan hukuman dipotong 4 tahun menjadi 5 tahun saja.

Banyak yang bertanya, siapakah hakim Mahkamah Agung yang memberikan potongan hukuman untuk mantan Menteri KKP tersebut? Dilansir dari berbagai sumber, putusan pemotongan masa tahanan tersebut diketuk oleh ketua majelis hakim Sofyan Sitompul, dan dua anggotanya yakni Gazalba Saleh dan Shininta Yuliansih Sibarani. Namun, Shininta menolak pemotongan hukuman Edhy sehingga putusan tersebut disetujui oleh dua hakim.

Rekam Jejak Sofyan dan Gazalba

Kasus korupsi yang dilakukan oleh terdakwa Drs Irianto dengan perkara impor tekstil dari Tiongkok memiliki nilai 1,6 Triliun. Imbas dari perbuatannya tersebut, pasar tekstil Indonesia membludak dengan adanya tekstil dari Tiongkok yang mematikan bisnis pengusaha tekstil dalam negeri pada 2018.

Ada 1 orang terdakwa dalam kasus tersebut selain Drs Irinato yakni Mokhamad Mukhlas yang divonis 5 tahun hukuman penjara. Namun, pada tingkat kasasi, hukumannya dipotong 1 tahun sehingga menjadi 4 tahun kurungan penjara. Alasan ketua majelis Sofyan Sitompul dan Gazalba Saleh memotong masa tahanan tersebut karena putusan judex facti di tingkat Pengadilan Tinggi kurang pertimbangan.

Kemudian kasus korupsi dengan terdakwa mantan Gubernur Kepulauan Riau, Nurdin Basirun yang menerima suap Surat izin Pemanfaatan Laut. Dalam kasus tersebut, Nurdin menandatangani surat izin dan menyetujui permintaan dari Kock Meng dengan lahan seluas 10,2 hektar. Nurdin memiliki rencana memasukkan kedua izin tersebut ke Rencana Peraturan Daerah Rencana Zonasi Wilayah Pesisir Pantai dan Pulau-pulau Kecil atau Perda RZWP3K.

Atas kasus tersebut, Nurdin dijatuhi hukuman 4 tahun penjara, sebuah vonis yang sangat ringan bagi tindak pidana korupsi. Dia juga dicabut hak politiknya dan wajib membayar denda Rp. 200 juta atau subsider 6 bulan kurungan. Alih-alih menambah hukuman, Mahkamah Agung dengan ketua Majelis Sofyan Sitompul dan anggota gazalba Saleh serta Shininta Yuliansih Sibarani menolak permohonan pengajuan kembali.

Penjelasan Mahkamah Agung

Juru Bicara Mahkamah Agung, Andi Samsan Nganro membeberkan bahwa terdakwa Edhy Prabowo mengajukan kasasi dalam kasus nya tersebut. Namun, majelis hakim melihat ada judex facti di pengadilan tipikor tingkat pertama dan pengadilan tipikor tingkat banding. Dalam putusannya tersebut, ada kekurangan, yakni kurang mempertimbangkan keadaan yang bisa meringankan terdakwa.

Alasan terdakwa memiliki kinerja yang baik ketika menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan dinilai menjadi salah satu alasan yang meringankan hukumannya. Edhy dianggap sebagai Menteri yang mampu memberikan harapan kepada nelayan dengan mencabut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 56/permen-KP/2016 tanggal 23 Desember 2016 dan menggantinya dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12/Permen-KP/2020.

Tujuan diterbitkannya Peraturan Menteri tersebut adalah untuk memberdayakan nelayan dan juga budidaya lobster di Indonesia. Dalam peraturan tersebut juga tertuang isyarat bahwa eksportir harus memperoleh benih lobster tersebut dari nelayan kecil. Jelas saja, kebijakan oleh Edhy Prabowo tersebut disebut sebagai kebijakan yang mensejahterakan masyarakat kecil.

Berdasarkan hal tersebut, putusan perkara ini keluar dan menjatuhkan pidana pejara selama 5 tahun dan juga dengan denda sebesar Rp. 400 Juta subsider penjara tambahan selama 6 bulan dan juga pencabutan hak politik menjadi 2 tahun.

Keputusan Mahkamah Agung tersebut sudah mencederai kepercayaan publik kepada aparat penegak hukum. KPK sudah berusaha maksimal untuk bisa menangkap oknum-oknum yang berniat untuk memperkaya diri, namun bukan sekali ini berakhir dengan anomali. Publik masih menunggu aparat bisa memberikan hukuman maksimal kepada para koruptor di Indonesia.

Wacana hukuman mati masih terganjal oleh Hak Asasi Manusia, padahal di negara lain seperti Tiongkok misalnya, hukuman mati bagi koruptor sudah pernah dieksekusi. Pemerintah sepertinya masih mengambil langkah waspada untuk benar-benar bisa memberikan hukuman mati bagi para koruptor. Sejauh ini, baru bandar narkoba, teroris, dan pelaku pembunuhan sadis saja yang sudah dilaksanakan hukuman mati. (Latief)

Facebook
Twitter

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Yoyic Dairy Indonesia

Most Popular

Kata Ahli, 5 Jenis Makanan Ini Harus Dikonsumsi Anak Setiap Hari

TELENEWS.ID - Orangtua akan melakukan segala cara agar buah hati mereka mendapatkan yang terbaik. Termasuk dalam urusan gizi dan kesehatan. Salah satunya...

Rakernas Partai Pelita Dihadiri Gatot Nurmantyo dan Ahmad Riza Patria

TELENEWS.ID – Pada Senin (16/05/2022) Partai baru, Partai Pelita mengadakan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) di Hotel Mercure Ancol, Jakarta Utara. Pada acara...

Wajarkah Merasa Cemas Setelah Jokowi Perbolehkan Lepas Masker di Area Terbuka? Ini Penjelasannya!

TELENEWS.ID - Presiden Jokowi mulai melonggarkan aturan penggunaan masker di ruangan terbuka. Presiden menyampaikan hal ini melalui video pernyataan pers yang disiarkan...

Panas! Isu Sponsor Ghaib Formula E!

TELENEWS.ID - Ketua Fraksi PSI DPRD DKI Jakarta, Anggara Wicitra meragukan validitas dari sponsorship untuk ajang Formula E. menurutnya, belum adanya pengumuman...