TELENEWS.ID – Rencana pemindahan ibukota ke Kalimantan Timur sudah dimulai, sejumlah persiapan hingga pemindahan 6.000 orang aparatur negeri sipil (ASN) sudah masuk daftar dan menunggu waktu. Akan banyak aset negara yang tidak terpakai kembali karena kepindahan ini.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani menegaskan bahwa bangunan yang tidak dipakai nantinya tidak akan terbengkalai. Salah satu pemanfaatan gedung-gedung ini adalah untuk membantu pembiayaan pembangunan ibukota negara di tempat yang baru.
Hal ini telah dikonfirmasi oleh Direktur Barang Milik Negara Direktorat Jendral Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Encep Sudarwan. Biaya yang dihasilkan dari gedung lama pemerintah ini adalah biaya sewa. Gedung tersebut nantinya akan disewakan dan bentuk kerja samanya akan dibicarakan dengan waktu 30 tahun ke depan.
Aset negara di DKI Jakarta yang akan ditinggalkan sebesar 1.100 triliun rupiah sedangkan total aset negara keseluruhan hingga 2020 tercatat 11.098 triliun rupiah. Barang Milik Negara (BMN) yang terdiri dari gedung perkantoran nantinya akan dialihkan pengelolaannya yang diatur oleh kementerian keuangan.
Hal ini tertuang dalam pasal 27 ayat 1 draft RUU. Pengalihan pengelolaan tersebut akan dilakukan antara dua mekanisme yaitu pemindah tanganan dan pemanfaatan.
Pemindah tangan dilakukan dengan diberikan ke badan usaha secara keseluruhan atau sebagian dan tender. Pemindah tanganan BMN yang nilainya mencapai 100 triliun rupiah harus mendapat persetujuan menteri keuangan sedangkan yang nilainya 10 triliun rupiah harus mendapat persetujuan Presiden.
Namun pemindah tanganan ini tidak diizinkan untuk bangunan cagar budaya, memiliki arti khusus untuk sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, atau kebudayaan, serta memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.
Adapun beberapa gambaran skema yang bisa dijalankan tergantung dengan kesepakatan yang dibuat antara pemerintah, badan usaha (KSPU) serta pemenang tender atau pihak ketiga. Skema yang bisa dijalankan antara lain sewa, bangun guna serah/bangun serah guna, kerja sama pemanfaatan, atau kerja sama penyediaan infrastruktur.
Ada juga skema tarif (availability payment), skema design build, finance, operate and maintanace. Lalu ada juga skema pelanggan (subscription), dari semua skema ini gambaran utamanya nanti bisa dengan model 50 berbanding 50 atau 100% pihak ketiga.
Model 50:50 adalah pemanfaatan yang ditanggung pemerintah dan swasta bersamaan, sedangkan 100% adalah tanggung jawab yang langsung dilaksanakan swasta sendiri. (Angela Limawan)