Home Nasional ICJR Beri Revisi pada SKB Pedoman UU ITE

ICJR Beri Revisi pada SKB Pedoman UU ITE

Facebook
Twitter

TELENEWS.ID – Surat Keputusan Bersama (SKB) pedoman kriteria implementasi UU ITE resmi ditandatangani oleh Menteri Komunikasi dan Informatika, Kapolri, dan Jaksa Agung. Namun, Sustira Dirga, Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menilai bahwa beberapa ketentuan dalam pedoman kriteria implementasi UU ITE dapat berpeluang membantu perbaikan masalah di lapangan.

Namun, menurut Sustira, masih ada sejumlah catatan yang menguatkan perlunya untuk segera revisi UU ITE. Yang pertama, Pasal 27 Ayat (1) tentang Kesusilaan UU ITE telah merujuk pada pasal 281-282 KUHP dan UU Pornografi. Namun, KUHP dan UU Pornografi mengatur pelanggar kesusilaan harus di muka umum atau untuk keperluan komersial.

Adapun pedoman kriteria implementasi dari UU ITE ini masih mengatur korespondensi orang ke orang serta dapat dijerat tanpa perlu mempertegas transmisi, distribusi serta pemberian akses untuk diketahui umum sebagai bagian dari perbuatan pidana.

“Hal ini tetap membuka ruang kriminalisasi bagi korban Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) atau korespondensi privat atau pribadi yang tidak ditujukan untuk umum atau tidak untuk kebutuhan komersil,” ucapnya dalam keterangan tertulis, Kamis (24/6).

Yang kedua, pedoman kriteria implementasi UU ITE dianggap telah berhasil meluruskan masalah pada Pasal 27 Ayat (3) tentang Pencemaran Nama Baik, dan yang ketiga, pedoman kriteria implementasi UU ITE terhadap Pasal 27 Ayat (4) tentang Pemerasan atau Pengancaman dapat memberikan perlindungan bagi korban KBGO. Sehingga, aparat penegak hukum tidak lagi dapat berkelit terkait pasal pidana untuk menjerat pengancam/pemeras korban KBGO.

Keempat, pedoman kriteria implementasi UU ITE sudah memberi batasan terkait ujaran kebencian pada Pasal 28 ayat (2). Namun, persoalannya terletak pada pengertian ‘antargolongan’ yang masih menjadi masalah serius pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Jadi, lanjut Sustira, SKB pedoman UU ITE tersebut memang perlu direvisi. Hal ini sejalan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi yang meminta pembentuk undang-undang untuk melihat adanya kelompok lain di luar SARA yang menjadi bagian dari ‘antargolongan’ tersebut, maka dalam konteks itu pemerintah dan DPR harus mempertegas posisi serta istilah ‘antargolongan’ ini tetap berdasar pada identitas masyarakat atau warga negara yang merupakan sesuatu yang telah melekat dan susah diubah. Bukan sebatas profesi, kelompok, atau hal lain yang mudah untuk berubah-ubah.

Sementara yang kelima, pedoman kriteria implementasi UU ITE belum mempertegas kejelasan dari syarat Pasal 29 UU ITE tentang Pengancaman di Ruang Siber atau Cyber Bullying sebagai delik aduan.

Kelima, pedoman kriteria implementasi UU ITE belum mempertegas syarat Pasal 29 UU ITE tentang Pengancaman di Ruang Siber (Cyberbullying) sebagai delik aduan. Poin yang keenam yakni pedoman kriteria implementasi UU ITE dirasa belum mempertegas peran dari polisi dan jaksa dalam melakukan pemeriksaan kerugian materiil dari pelanggaran yang diderita korban akibat Pasal 27-34 UU ITE.

ICJR juga nyatanya banyak menemukan Pasal 36 tentang Perbuatan Pidana yang Menyebabkan Kerugian bagi Orang Lain digunakan agar aparat penegak hukum dapat melakukan upaya paksa dan menahan pelaku perbuatan hukum dengan ancaman pidana dibawah lima tahun. Namun, polisi dan jaksa masih perlu mencari alat bukti nyata kerugian tersebut sebelum menggunakan pasal ini.

Sustira berujar, keberadaan pedoman ini tentunya harus menjadi isyarat bahwa pentingnya agar revisi UU ITE segera dibahas oleh Pemerintah dan juga DPR. Sebab menurutnya, tanpa revisi UU ITE, maka tidak akan ada jaminan pasti selesainya berbagai permasalahan yang tidak dapat disentuh oleh pedoman UU ITE ini.

Sebelumnya, Mahfud MD selaku Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan mengatakan bahwa adanya pedoman kriteria implementasi UU ITE ini diharapkan agar aparat penegak hukum tidak lagi multitafsir dalam hal apapun.

“Sambil menunggu revisi terbatas, pedoman implementatif yang ditandatangani tiga menteri dan satu pimpinan lembaga setingkat menteri bisa berjalan dan bisa memberikan perlindungan yang lebih maksimal kepada masyarakat. Ini dibuat setelah mendengar dari para pejabat terkait, dari kepolisian, Kejaksaan Agung, Kominfo, masyarakat, LSM, Kampus, korban, terlapor, pelapor, dan sebagainya, semua sudah diajak diskusi, inilah hasilnya,” ucapnya usai menyaksikan penandatanganan di Kantor Kemenko Polhukam RI, Rabu (23/6). (Uswatun)

Facebook
Twitter

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Yoyic Dairy Indonesia

Most Popular

Startup Indonesia Lakukan PHK Besar, Ada Apa?

TELENEWS.ID – Beberapa hari lalu, perusahaan startup Indonesia seperti LinkAja, Zenius, SiCepat, dan JD.ID melakukan pemutusan hubungan kerja kepada sejumlah karyawannya. Hal...

Elon Musk Batal Bangun Pabrik Tesla di India, Peluang Indonesia Semakin Besar

TELENEWS.ID – Dikutip dari India Times dan ABP Live, Elon Musk memutuskan untuk tidak berinvestasi di India dalam membangun pabrik mobil Tesla...

Ibukota Akan Pindah, Bagaimana Pertahanan Udaranya?

TELENEWS.ID - Pemindahan Ibukota negara ke Penajam, Paser Utara, Kalimantan Timur harus dibarengi dengan pertahanan udara yang maksimal. Karena, posisi Ibukota tersebut...

Pemprov DKI Mengandalkan SPAM untuk Mengatasi Akses Air Bersih

TELENEWS.ID - Untuk mengatasi masalah banjir dan juga menanggulangi masalah air bersih di DKI Jakarta, Pemprov DKI Jakarta mendapatkan kucuran dana dari...