TELENEWS.ID – Indonesia dan Brazil menempati posisi teratas dalam adopsi kripto secara global, hal ini diketahui setelah studi yang dirilis oleh Gemini, yang merupakan situs pertukaran kripto dipublikasikan pada Selasa (6/4/2022). Dalam studi tersebut dituliskan bahwa ada sekitar 41 persen individu yang disurvei dari Indonesia dan Brazil memiliki aset digital seperti kripto ini.
Jumlah tersebut mengalahkan negara Amerika Serikat dan Inggris yang hanya memiliki sekitar 20 persen dan 18 persen individunya yang memiliki aset kripto tersebut. Platform Gemini menggunakan 30.000 sampel dari 20 negara untuk mengetahui negara mana yang memiliki populasi yang sudah mengadopsi aset digital untuk tahun 2022 ini.
Hasil dari studi Gemini tersebut juga menyebutkan bahwa individu di Indonesia dan juga Brazil tersebut memegang aset kripto Bitcoin atau Altcoin. Menurut Gemini, sebanyak 64 persen masyarakat Indonesia percaya bahwa negara yang mengalami krisis ekonomi yang signifikan dalam beberapa bulan terakhir lebih memilih untuk membeli mata uang digital sebagai upaya untuk melindungi nilai terhadap inflasi.
Selain itu, sisanya menyebutkan bahwa memiliki aset kripto untuk investasi jangka panjang. Hal yang berbeda justru dialami oleh negara yang memiliki perekonomian terkemuka seperti misalnya Amerika Serikat dan Inggris yang hanya memiliki tingkat adopsi kripto sebanyak 18 hingga 20 persen.
Dalam studi yang dilakukan oleh Gemini tersebut juga menyebutkan bahwa 16 persen responden dari Amerika dan 15 persen dari Eropa setuju dengan konsep aset digital adalah alat untuk berinvestasi yang tepat di saat inflasi. Gemini juga menetapkan bahwa sebanyak setengah dari pemegang kripto di Amerika Serikat, Asia Pasifik, dan Amerika Latin baru memasuki pasar kripto untuk pertama kalinya pada tahun 2021.
Reli Kripto Akankah Berakhir?
Investasi Global JP Morgan, sebelumnya sudah memprediksi bahwa pasar kripto yang ada sekarang ini akan mengalami kenaikan yang terbatas. JP Morgan mengacu pada Stablecoin sebagai indikator potensi reli. Analis JP Morgan, Panigirtzoglou mengatakan sumbangan 10 persen dari total kapitalisasi pasar kripto menunjukkan kenaikan lebih lanjut.
“Pangsa Stablecoin ini saat ini berada di bawah 7 persen yang membawanya kembali ke tren sejak 2020,” ujar Panigirtzoglou seperti dikutip dari Bitcoin.com, Rabu (6/4/2022).
Panigirtzoglou menyebut bahwa menguatnya harga Bitcoin dan Ethereum di awal Maret 2022 lalu merupakan dampak dari sanksi keuangan yang ditujukan kepada Rusia oleh negara Barat setelah invasi terhadap Ukraina. Sanksi yang diberikan tersebut juga menambah harapan bahwa kripto akan digunakan di masa depan untuk menghindari sistem perbankan. Hal ini terjadi karena kripto pada dasarnya tidak tergantung kepada pemerintah manapun di dunia ini.
Akan tetapi, Panigirtzoglou memperingatkan reli yang saat ini terlihat di pasar kripto kemungkinan akan segera berakhir, namun dirinya belum bisa memastikan kapan waktu tepatnya. JP Morgan memberikan prediksinya mengenai harga bitcoin dalam jangka panjang yang mencapai angka USD 150.000 atau setara dengan Rp. 2,1 Milyar.
Sementara, pada Januari 2022 yang lalu bank Amerika Serikat melakukan survey kepada klien mereka mengenai prediksi harga Bitcoin, dan mayoritas memperkirakan harga Bitcoin akan mencapai angka USD 60.000 pada tahun ini. Angka tersebut bisa saja tercapai, mengingat per hari Rabu (7/4/2022) harga Bitcoin sudah berada di angka USD 46.000 atau setara dengan angka RP. 660 juta untuk kurs rupiah saat ini. (Latief)
