Home Nasional Koperasi Gagal Bayar dan Abainya Pemerintah Terhadap Regulasi

Koperasi Gagal Bayar dan Abainya Pemerintah Terhadap Regulasi

Facebook
Twitter

TELENEWS.ID – Koperasi gagal bayar sejatinya merupakan fenomena gunung es, di luar berbagai kasus besar seperti Cipaganti Pandawa, Langit Biru maupun Indosurya, dalam skala kecil hal tersebut sebetulnya menjadi massif di daerah-daerah.

Adapun maraknya koperasi gagal bayar tersebut sebenarnya disumbang dari persoalan mendasar yang sifatnya paradigmatic, regulasi sampai kebijakan.

Jika ditilik secara paradigm, sebab hakikatnya, koperasi ini tidak dipahami dengan baik oleh masyarakat sehingga akibatnya memunculkan persoalan serius menjadi terkecoh oleh munculnya berbagai koperasi palsu atau yang disebut dengan quasi. Tentunya, masyarakat pada umumnya tidak sungguh-sungguh mengetahui, bahwa menjadi anggota dari koperasi sama dengan menjadi pemilik dan pengendali perusahaan yang mereka percayakan investasinya.

Sayangnya masyarakat kita juga mudah diiming-imingi oleh keuntungan atau return yang tinggi dari orang-orang yang ingin sengaja menipu masyarakat dengan memanfaatkan koperasi.

Sementara itu, jika ditilik dari sisi regulasi, fenomena ini juga sebagai pertanda bahwa regulasi perkoperasian kita juga lemah. Undang-Undang No.25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian kita itu, bahkan disebut oleh pakar hukum internasional Hans Muhkner sebagai yang terburuk di dunia.

Keburukannya karena sifatnya tidak imperatif. Sanksinya tidak jelas dan hanya jadi semacam macan kertas.

Sebenarnya, ini biasa di berbagai negara berkembang seperti halnya di Indonesia sebab Undang-Undang itu biasanya dibentuk sebagai bentuk dari kongkalikong elit kaya serta elit politik. Akibatnya, kepentingan publik akan rasa aman berinvestasi di koperasi diabaikan oleh masyarakat.

Sebelum kolaps, banyak dari koperasi seperti itu diglorifikasi oleh pemerintah. Koperasi tersebut dibanggakan bahkan diberikan penghargaan oleh pemerintah namun pemerintah cuci tangan ketika muncul masalah.

Dalam soal kebijakan lebih rumit lagi. Pemerintah Indonesia selama ini memang tidak ingin serius membangun koperasi karena secara arsitektur kelembagaan koperasi itu memang sengaja diabaikan.

Contoh paling nyata adalah lambannya pembentukkan Lembaga Penjaminan Simpanan Koperasi yang seharusnya juga dimiliki seperti halnya perbankan swasta kapitalis.

Pada akhirnya, manajemen koperasi untuk menarik perhatian masyarakat berinvestasi mesti memberikan return yang menanggung biaya sumber dana (cost of fund) yang tinggi.

Sementara dalam kacamata perbankan swasta kapitalis, pemerintah memberikan banyak fasilitas bukan hanya Lembaga Penjaminan Simpanan tetapi ada dana penempatan, penyertaan modal serta talangan atau bailout ketika bangkrut bahkan subsidi bunga bagi banker seperti Kredit Usaha Rakyat atau KUR, misalnya.

Kalau berbagai koperasi yang baik sampai saat ini masih berjalan, hal tersebut sudah luar biasa sebab ibarat naik ring tinju, pertarungan dari berbagai koperasi dengan bank umum maupun swasta kapitalis yang dipersenjatai lengkap mulai dari sokongan modal dan lain-lain serta diberikan nutrisi cukup. Sedangkan kondisi koperasi ini diibaratkan dibiarkan makan nasi aking serta bertarung dengan tangan kosong.

Fenomena tersebut jelas sekali berdampak dengan kerugian dari koperasi sebab maraknya koperasi gagal bayar berpotensi mengurangi kepercayaan masyarakat kepada koperasi. Masyarakat akan menilai bahwa koperasi adalah tempat yang tidak aman untuk melakukan investasi hingga mereka gamang. Akibatnya, citra dari gerakan koperasi ini menjadi rusak.

Pada dasarnya, sebetulnya motif dari pembentukan koperasi seperti itu adalah sebab munculnya kelemahan dari regulasi dan mereka yang paham betul dengan permainan itu yang akhirnya mereka memanfaatkan celah celah kelemahan yang ada. Bisa saja ada orang yang tidak perlu mempunyai uang yang cukup namun mereka memiliki keterampilan dalam marketing konsepnya sehingga banyak dari masyarakat yang tertarik pada koperasi.

Namun, berbagai kasus class action yang sampai di pengadilan pada akhirnya banyak masyarakat yang kalah.

Tak dapat dipungkiri bahwa regulasi koperasi kita ini sedang melemah. Bahkan secara sectoral terkunci serta didiskriminasi dimana-mana. Bahkan disingkirkan dari arus lintas bisnis modern. Di Undang-Undang Bank Sentral tidak direkognisi, sementara di Undang-Undang Perbankkan dibuang dan tidak disediakan kesempatan untuk mendapatkan sebuah privilege atau keuntungan seperti halnya bank swasta semacam LPS dan lain sebagainya.

Namun, sebetulnya di sisi lain dari faktor tersebut diatas, banyak dari pejabat kita yang tidak memiliki kemauan politik atau political will yang tinggi untuk menangani koperasi ini. Jika mau, koperasi-koperasi gagal bayar tersebut bisa saja dibuat Perppu sendiri yang tinggal disodorkan kepada Presiden untuk kemudian diteken dan disahkan. Jika tidak, maka masyarakat akan terus banyak yang tertipu dan menjadi korban karenanya.

Lalu apa yang harus pemerintah segera lakukan? Pemerintah bisa membentuk regulasi pengawasan koperasi guna menjaga kepentingan publik agar bisa segera ditertibkan. Pemerintah juga bisa membentuk Perppu atau Peraturan Pengganti Undang-Undang karena Undang-Undang yang ada saat ini sudah 20 tahun lebih tidak diganti. Adapun penggantian Undang-Undang tersebut nyatanya hanya sebuah wacana belaka, bahkan sudah sempat diganti pada tahun 2012 namun nyatanya dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi yang menilai ini sebagai hal yang buruk.

Dalam pendekatan kelembagaan, pemerintah bisa saja misalnya segera membubarkan berbagai koperasi abal-abal itu tanpa harus menunggu lagi.

Sangat disayangkan bahwa pemerintah lamban dalam menangani hal tersebut bahkan ketika pemerintah sudah tahu potensi dari koperasi abal-abal yang jumlahnya mencapai 12.000 an yang sampai saat ini tetap dibiarkan liar saja. Padahal, regulasi pembubaran oleh pemerintah itu sudah bisa dilakukan dengan landasan dari UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian yang juga sudah diturunkan ke dalam Peraturan Pemerintah atau PP dan Permen.

Kalau pemerintah serius harusnya sudah dilakukan. Ini sudah satu tahun pemerintahan baru belum ada tanda-tanda ke sana. Mestinya segera dibentuk Panitia Pembubaran Koperasi luar biasa. Targetnya dalam jangka pendek 120.000 koperasi papan nama itu selesai. Kalau tidak becus untuk bubarkan koperasi semacam itu, pecat saja pejabatnya karena bisa jadi mereka bagian dari permainan tersebut.

Seperti yang diketahui bahwa tujuan dengan didirikannya koperasi adalah menjamin kesejahteraan bagi semua anggotanya secara adil dan penuh partisipasi. Ini tidak hanya menyangkut kepentingan investor atau investor driven yang hanya berorientasi profit sebesar-besarnya bagi pemilik modal semata.

Koperasi merupakan konsep perusahaan yang sifatnya demokratis dimana setiap anggota mempunyai hak kendali yang sama, yakni one person one vote. Walaupun secara ekonomi tentu tetap mengacu pada resiprokatif atau sesuai dengan besaran partisipasi ekonominya.

Koperasi adalah sebuah model perusahaan yang canggih dan futuristic,sama seperti yang dikatakan Bapak Koperasi Indonesia yakni Mohammad Hatta. Dikatakan demikian sebab nasabah atau pelanggan bisa menjadi pemilik perusahaan dengan sistem bagi hasil. Termasuk tentu dari pekerjanya. Bukan hanya investor yang ada pada model perusahaan swasta kapitalis, koperasi merupakan manifestasi perusahaan yang modelnya membuka kesejahteraan bagi semua orang.

Jika ditanyakan, mana ada perusahaan secanggih itu? Paling banter, bank atau perusahaan swasta yang dikuasai kapitalis itu hanya menawarkan ESOP (employee share ownership plan) atau membagi saham pada pekerjanya yang jumlahnya hanya kecil dari total saham yang dimiliki biasanya.

Sayangnya, praktik di lapangan menunjukkan banyaknya koperasi yang menyimpang dari marwah yang seharusnya. Pernah dilakukan survei dengan metode random purposive sampling jumlahnya kurang lebih sebanyak 71% dari koperasi yang ada. Dalam masa kepemimpinan Menteri Koperasi dan UKM, AAG Puspayoga, karena beberapa koperasi tersebut sudah dibubarkan yakni sebanyak 62.000 dari 212.000, sampai saat ini masih ada sekitar 120.000 yang palsu dan berpotensi merusak citra dari koperasi.

Lalu, bagaimana perlindungannya? Perlindungannya bisa dengans secara regulasi maupun aspek kebijakan jelas sangat lemah dan berpotensi merugikan kepentingan masyarakat banyak. Jadi, regulasi dan kebijakan harus diperkuat lagi agar kepercayaan masyarakat terhadap koperasi bisa terjalin kembali

Secara singkat, kalau masyarakat mau berinvestasi di koperasi, masyarakat harus paham betul apa itu koperasi, tata kelolanya serta bagaimana dan kemana uang itu dikelola sehingga memiliki kemampuan untuk mengendalikan koperasi tersebut dan bukan hanya karena iming-iming keuntungan semata. (Uswatun)

Facebook
Twitter

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Yoyic Dairy Indonesia

Most Popular

Cerita Korban Penyekapan Diduga Oleh Rentenir di Tangerang Diminta Layani Seks

TELENEWS.ID - Polres Metro Tangerang telah meminta keterangan terhadap Sulistyawati (45), korban dugaan penyekapan dan pengancaman gegara persoalan utang di kawasan Ciledug...

Viral Video Belatung di Alat Vital, Ternyata Hewan Kecil Ini Juga Bisa Hidup di Kelamin Manusia

TELENEWS.ID - Jagat media sosial tengah dihebohkan dengan tagar #belatung. Usut punya usut, tagar yang trending di Twitter dan TikTok ini membicarakan...

10 Jajanan Khas Jawa Timur Identik Dengan Rasa Gurih

TELENEWS.ID - Banyak konsep hidangan berupa jajanan khas memberi cita rasa menarik untuk dijadikan oleh-oleh. Ketika Anda berlibur ke Jawa Timur terdapat...

10 Cara Mudah Pilih Camilan Sehat Untuk Travelling dan Sehari-hari

TELENEWS.ID - Berbicara tentang pemilihan camilan sehat untuk aktivitas travelling dan sehari-hari tentu saja membuka banyak daftar terbaik. Namun, tidak hanya fokus...