TELENEWS.ID – Eropa Barat sempat mengalami sebuah fase yang disebut dengan ‘tahun yang berkabut’ atau ‘tahun yang gelap’ pada abad ke-13 lalu.
Penelitian memperkirakan bahwa fase tersebut berhubungan dengan sebuah letusan dari gunung berapi yang menyemburkan aerosol sulfat. Hal tersebut ternyata bisa menyebabkan perubahan iklim, terganggunya keseimbangan radiasi pada atmosfer dan juga rusaknya ozon.
Tidak seorang pun yang tahu letusan tersebut berasal dari mana hingga akhirnya pada tahun 2013 lalu, seorang ahli gunung api bernama Franck Lavigne yang berasal Perancis menyelidiki letusan tersebut yang ternyata berasal dari Gunung Samalas. Gunung api tersebut terletak di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, Indonesia.
Kandungan bekas letusan yang terjadi di Lombok berhasil dicocokkan oleh Lavigne dengan sisa-sisa kandungan geokimia vulkanis yang mereka temukan.
Gunung Samalas menjadi salah satu dari gunung api di Indonesia yang memiliki dampak luar biasa kepada benua lain. Gunung Agung, Gunung Krakatau dan Gunung Tambora adalah gunung api lainnya yang juga berdampak signifikan.
Ketika diketahui bahwa Gunung Samalas meletus pada tahun 1257, munculnya krisis global disebabkan oleh gunung api ini. Krisis yang sangat parah terjadi di Eropa Barat. Ketika meletus pada 1257, krisis mulai terasa hingga dua tahun berselang di Eropa Barat.
Berbagai macam krisis telah terjadi seperti gangguan cuaca, hujan sepanjang tahun, kelaparan, gagal panen dan lain-lain.
Sementara itu Sebastien Guillet, seorang peneliti pohon, dalam temuannya memunculkan fakta bahwa Inggris memang sebelumnya melewati krisis panen. Namun setelah letusan Samalas, iklim bertambah buruk dan gagal panen pun semakin memburuk juga. Bahkan hingga banyak orang yang meregang nyawa.
Bruce M.S Campbell, seorang ahli sejarah abad pertengahan asal Inggris, menuturkan bahwa ketegangan politik sempat terjadi karena salah satu pemicunya adalah gagal panen yang melanda Inggris.
Penemuan teranyar adalah terjadinya penurunan suhu permukaan bumi karena letusan Samalas tersebut. Kondisi ini berhubungan erat dengan timbulnya pandemi global yang disebut dengan Black Death. Pandemi tersebut memakan korban jiwa hingga puluhan juta orang di abad pertengahan.
Penurunan suhu global yang berlangsung selama 4 tahun tersebut diperkirakan menjadi salah satu penyebab munculnya bakteri yang menyebabkan terjadinya Black Death tersebut.
Letusan Gunung Samalas ternyata tidak hanya menimbulkan efek global, namun juga tentu saja efek lokal. Salah satu hal yang penting dalam sejarah Pulau Lombok adalah letusan gunung berapi ini karena ternyata sebuah fakta sejarah yang hilang sebelum abad ke-13 terungkap.
Menariknya, Samalas tak dikenal oleh masyarakat Lombok sebelumnya. Masyarakat hanya mengenal Gunung Rinjani, gunung api tertinggi kedua di negeri ini.
Namun setelah Lavigne dan timnya melakukan rekonstruksi topografi, hal tersebut memunculkan sebuah bukti bahwa Samalas memang eksis dan letaknya sangat dekat dengan Rinjani seperti halnya Gunung Sindoro yang berdekatan dengan Gunung Sumbing di Jawa Tengah, dan Gunung Merbabu yang bersebelahan dengan Gunung Merapi di Yogyakarta.
Kota Pamatan diyakini terkubur dan hilang karena letusan dahsyat ini. Kota Pamatan memang dipercaya sebagai pusat peradaban kala itu. Peneliti masih mencari bukti-bukti seperti artefak atau dokumen penting peninggal kota Pamatan.
Hal ini membuktikan mengapa para ahli sejarah masih sangat sulit untuk menemukan fakta sejarah Lombok secara keseluruhan sebelum abad ke-13. Hal tersebut juga terjadi karena banyak warga yang hijrah atau eksodus setelah letusan hebat itu terjadi.
Banyak hal yang setidaknya berubah di Lombok karena adanya letusan Gunung Samalas tersebut, salah satunya adalah berevolusinya struktur alam karena tertimbun oleh material vulkanik setelah 30 meter. Endapan vulkanik pun mempengaruhi perkembangan kota-kota di Lombok hingga saat ini.
Karena letusan Samalas, krisis global terjadi di Benua Eropa. Mungkin belahan dunia lainnya pun mengalami hal yang sama, hanya saja belum ada bukti-bukti yang muncul ke permukaan.(Neidi)