TELENEWS.ID – Pulau Lombok selain terkenal dengan keindahan pantai dan alamnya yang mempesona, juga terkenal dengan kopi Lombok yang menjadi salah satu komoditi pariwisata di Nusa Tenggara Barat, khususnya Pulau Lombok.
Ada beberapa jenis kopi di Lombok, yaitu Robusta dan Arabika.
Walaupun keduanya memiliki cita rasa berbeda, namun masing-masing memiliki ciri khas dan keunggulan tersendiri.
Gangga Lombok
Salah satu nama kopi dari Lombok yang sudah mendunia, yakni Gangga Lombok. Salah satu jenis kopi Robusta ini memiliki cita rasa lebih lembut.
Menurut Toriq, salah satu barista dari Lombok, kopi robusta tersebut sudah terkenal hingga ke Korea Selatan dan Irlandia.
Ia pun sering merekomendasikan kopi robusta Gangga Lombok ini kepada mereka yang berkunjung ke Pulau Lombok.
Ciri khas dari kopi Gangga Lombok ini terletak dari rasanya yang soft, jelas Toriq.
Kopi dari wilayah utara Pulau Lombok ini dinilai memiliki keunikan dan kelebihan tersendiri, yaitu empat varian cita rasa, yakni rasa gula merah (brown sugar), coklat, leci, dan karamel.
Saat ini, kopi Gangga dari Lombok sudah mulai dikenal masyarakat.
Jika Anda berkunjung ke Lombok, jangan lupa menyempatkan diri untuk mencicipi kopi Gangga Lombok atau membeli kopi ini sebagai oleh-oleh.
Sejarah Sembalun Lombok
Kopi dari jenis Arabika ini berasal dari kaki Gunung Rinjani, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat.
Kopi Sembalun memang belum banyak dikenal oleh para pecinta kopi.
Walaupun popularitasnya masih kalah dibanding kopi lainnya yang ada di Indonesia, namun cita rasa kopi Sembalun ini tidak kalah enaknya.
Cita rasa asamnya yang kuat membuat orang yang mencicipinya langsung ketagihan.
Lantas, apa yang menyebabkan kopi dengan cita rasa lezat ini tidak mampu mengungguli kopi lainnya di Indonesia?
Dilansir dari tempo.co, kopi arabika Sembalun sempat ditanam oleh warga pada tahun 1962 melalui program pertanian dan perkebunan sejenis Kredit Usaha Tani (KUT).
Namun, pada tahun 1967 para petani tidak sanggup membayarnya, hingga akhirnya mereka memberikan lahan kopinya kepada negara.
Mulai saat itulah, usaha kopi meredup dan penduduk pun beralih ke bercocok tanam sayuran.
Informasi ini didapat dari salah satu tokoh pemuda di Sembalun Lawang, Rusmala membeberkan, orang tua nya sebagai petani kopi tidak bisa bayar KUT saat itu kemudian lahan kopinya diserahkan ke pemerintah.
Dan, kebun kopi yang berada di ketinggian sekitar 1.300 – 1.600 di atas permukaan laut dan sudah masuk ke dalam wilayah Taman Nasional Gunung Rinjani ini menjadi terbengkalai hingga sekarang.
Namun, pohon kopi itu tetap tumbuh dan berbuah seperti lazimnya pohon kopi, meski tidak diurus.
Warga pun masih diperbolehkan untuk memetik buahnya.
Karena meminum kopi di daerah itu sudah menjadi budaya secara turun temurun.
Melihat potensi ini, Rusmala yang memiliki usaha kafe di Sembalun Lawang, bersama dengan teman-temannya berinisiatif ingin mengangkat kembali kopi arabika Sembalun.
Pada tahun 2014, ia mulai membeli buah kopi dari masyarakat.
Dengan harga yang ditawarkan di atas harga berter kopi di pasar.
Setidaknya, dari hasil jual beli kopi ini bisa menambah pemasukan dari warga, terlebih pasca gempa Lombok yang sempat membuat lesu pariwisata di daerah Sembalun, Lombok.
Saat ini, jelas Rusmala, ia hanya bisa membeli sebanyak 300 kilogram kopi dari warga. Biasanya satu pohon bisa menghasilkan 30 kilogram kopi.
Bahkan ia sendiri yang memetik buahnya dari pohon kopi milik warga.
Pohon kopi itu tumbuh begitu saja, ujarnya lagi.
Hingga saat ini permintaan kopi arabika Sembalun masih tinggi, terutama dari Pulau Jawa.
Ia mengatakan, dari jumlah 300 kilogram yang berhasil dikumpulkan, selalu habis.
Melihat potensi ini, ia pun berharap ada budidaya kopi arabika Sembalun secara berkelanjutan. (Dwi Eppy)
