TELENEWS.ID – Bicara tentang obyek wisata Bali memang seakan tiada habisnya. Selain pantai, gunung dan beragam keindahan alam, Pulau Dewata juga kaya akan ragam situs budaya bersejarah yang diakui dunia; salah satunya Pura Goa Gajah.
Terletak di Banjar Goa, Desa Bedulu, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Pura Goa Gajah akan sangat mudah dikenali karena bagian depannya yang khas.
Dinding batu di pintu masuknya dipahat sedemikian rupa dengan ornamen berbagai bentuk mulai dari kera, babi, raksasa, dedaunan dan dan patung ‘wajah’ besar yang sedang melirik ke arah kanan sehingga pintu masuknya terlihat seperti mulut yang sedang menganga.
Goa Gajah memiliki kedalaman sekitar 9 meter dengan bagian ujung yang bercabang ke sisi kanan dan kiri. Pada sisi timur mulut gua, terdapat dua baris tulisan, “Kumon” dan “Sahy(w)angsa”, yang ditulis dengan aksara kuno kadiri kwadrat. Aksara ini diperkirakan berasal dari sekitar abad ke-11. Sementara, di depan mulut gua, ditemukan enam arca wanita yang kemudian direkonstruksi sebagai kolam petirtaan. Di sepanjang sisi sebelah utara lorong, terdapat tujuh buah ceruk dengan yang terbesar berada di tengah lorong, menghadap langsung ke mulut gua dengan tinggi sekitar 130 centimeter dan kedalaman kurang lebih 1,5 meter.
Kemudian pada ujung lorong sebelah kiri, terdapat arca Ganesha – tokoh mitologi Hindu berkepala gajah dengan empat tangan yang merupakan pengawal dari Dewa Syiwa. Pada ujung lorong sebelah kanan, terdapat arca Trilingga (tiga lingga) yang merupakan simbolisasi dari tiga dewa utama Hindu, yaitu Brahma, Wisnu dan Syiwa. Di bagian tengah persimpangan lorong tersebut, terdapat pecahan arca lain yang disebut “Ardachandrakapala” dan fragmen arca Dewa Syiwa.
Berdasar penelusuran yang dilakukan para arkeolog, situs Gua Gajah diperkirakan telah ada sejak abad ke-11. Hal ini diperkuat dengan keterangan yang terdapat pada Prasasti Badung berangka tahun 1071 Masehi. Pada prasasti ini, terdapat keterangan antakunjarapadda (“kunjara” berarti gajah) sebagai tempat peribadatan umat Hindu dan Buddha pada masa Dinasti Warmadewa – yang berkuasa antara abad 10 hingga 14 Masehi.
Nama Goa Gajah sendiri sebenarnya berasal dari kata “Lwa Gajah”, yang ditulis oleh Mpu Prapanca pada tahun 1365 Masehi berdasarkan kitab “Negara Kertha Gama”. Situs purbalaka Pura Goa Gajah dibangun pada abad ke-11, ketika pada saat itu masih diperintah oleh Raja “Sri Bedahulu”. Pada masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk di era Majapahit menulis bahwa “Lwa Gajah” terletak di desa Bedulu sebagai tempat pertapaan “Sang Bodadyaksa”.
Sejumlah penelitian membuktikan bahwa Goa Gajah dibangun sebagai percampuran konsep agama Buddha dan Hindu (Shivaism). Ini menunjukkan bahwa toleransi beragama di Bali sudah terwujud sejak abad ke 11 masehi silam.
Kendati umurnya sudah mencapai belasan abad, Goa Gajah sampai hari ini masih aktif dijadikan tempat beribadah oleh umat Hindu Bali, sehingga masuk dalam kategori ‘situs hidup’. Salah satu pura tertua di Bali tersebut pun mendapat pengakuan dari dunia luar karena keunikannya.
Organisasi UNESCO memasukkan Goa Gajah sebagai salah satu daftar tentatif situs warisan dunia yang harus dilindungi. UNESCO mencatat goa ini sebagai warisan dunia dalam daftar tentatif (menunggu kepastian) pada tanggal 19 Oktober 1995 dalam bidang kebudayaan.
Keunikan Pura Goa Gajah membuatnya menjadi salah satu destinasi para wisatawan lokal dan mancanegara yang berkunjung ke Bali.
Jika ingin menyambangi situs budaya bersejarah ini, anda tinggal merogoh kocek sebesar 30 ribu rupiah sebagai tiket masuk.
Saat ini, untuk memudahkan para wisatawan dan peziarah, telah dibangun tangga beton dari pelataran Gua Gajah hingga ke Tukad Pangkung serta jalan setapak menuju beberapa situs lainnya. (Billy Bagus)