TELENEWS. id, JAKARTA – Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Jakarta Raya (Ombudsman Jakarta Raya) mengapresiasi Langkah Pemprov DKI Jakarta untuk memberlakukan PSBB dalam masa transisi yang dilakukan secara bertahap baik dalam pembukaan sektor maupun wilayah sebagaimana yang disampaikan pihak balai kota pada tanggal 4 Juni 2020.
“Langkah ini merupakan Langkah yang tepat karena selain dilakukan berdasarkan kajian ilmiah pandemic juga ada proses evaluasi berjalan dimana pemprov dimungkinkan untuk memberlakukan PSBB yang lebih ketat kembali jika terjadi lonjakan transmisi Covid-19,” tutur Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya, Teguh P Nugroho beberapa waktu lalu.
Namun demikian, Ombudsman Jakarta Raya mengingatkan Pemprov DKI Jakarta terkait beban yang harus mereka tanggung jauh lebih besar dan berat saat ini.
Pembukaan sektor diluar 11 sektor yang telah ada termasuk pembukaan sebagain wilayah Jakarta walaupun ada penutupan yang lebih ketat di wilayah Zona Merah memberikan kewajiban pengawasan dan pemantauan yang lebih besar oleh Pemprov DKI Jakarta.
“Dampak kejenuhan Bekerja dari Rumah (Work From Home) bagi kelas menengah dan kebutuhan ekonomi bagi para Pekerja Harian Lepas selama masa PSBB 1, 2 dan 3 harus diantisipasi oleh Pemprov DKI Jakarta di minggu-minggu awal PSBB masa transisi ini,” ujar Teguh lagi.
Dari sisi kesiapan, Ombudsman Jakarta Raya melihat bahwa Pemprov DKI Jakarta telah memiliki modal berupa pengalaman dan regulasi selama pelaksanaan PSBB sampai tahap 3. Namun, besarnya warga yang akan kembali beraktifitas membutuhkan beberapa penguatan di beberapa aspek yang selama ini telah berjalan cukup baik ke level yang lebih antisipatif.
Untuk itu, terdapat beberapa catatan penting terkait dengan PSBB masa transisi ini agar tidak menjadi bumerang bagi keberhasilan PSBB 1,2,3 untuk menekan laju peningkatan transmisi Covid di Jakarta.Pengawasan dan Penegakan Hukum Pelanggaran PSBB dan Protokol Kesehatan. Pertama terkait dengan pengawasan dan penegakan hukum pelanggaran PSBB dan Protokol Kesehatan
“Sejauh ini, Provinsi DKI Jakarta telah memiliki peraturan terkait sanksi bagi pelanggar PSBB walaupun peraturan tersebut harus juga disesuaikan, yaitu Pergub 41 tahun 2020,” ujar Teguh.
Menurut Ombudsman, penyesuaian tersebut terkait dengan aspek formil dan materiil. Pertama, harus ada perubahan formil regulasi tersebut dari Pergub menjadi Perda. Sedangkan dari aspek materiil terkait perubahan sanksi bagi pelanggar PSBB menjadi pelanggar social distancing dan protokol kesehatan lainnya.
Perubahan ini diperlukan agar Perda tersebut bisa menjadi dasar penegakan hukum selama masa Aman, Sehat dan Produktif (ASP).
“Perubahan ini penting agar pemerintah daerah memiliki legitimasi yg memadai untuk memberikan sanksi, termasuk sanksi denda yang akan masuk ke kas daerah,” papar Teguh.
Itu catatan penting yang Ombudsman peroleh selama pelaksanaan PSBB tahap 3, pihak jajaran Pemprov DKI Jakarta bersama dengan Aparat Penegak Hukum (APH), dalam hal ini Polri khususnya Polda Metro Jaya, Jabar, dan Banten, telah cukup sukses melaksanakan penegakan aturan di dalam Pergub 47/2020 tentang Surat Izin Keluar Masuk (SIKM) untuk menepis arus balik lebaran. Para pihak telah berhasil membagi wilayah kerja dan kewenangan dengan cukup baik.
Selain itu, Satpol PP bertugas untuk melakukan pengecekan SIKM sementara APH, baik TNI dan Polri, bertugas untuk memutar balik para warga yang seharusnya memiliki SIKM untuk masuk ke Jakarta tetapi tidak memilikinya. Kerjasama seperti ini menjadi model bagi proses pengawasan masyarakat saat Jakarta melakukan pelonggaran nanti, tentu akan lebih efektif jika disertai dengan perangkat hukum yang lebih memadai seperti Perda.
Polri telah merumuskan Cara Bertindak yang telah dipahami oleh anggotanya di lapangan agar dalam pelaksanaan tugas tidak menggunakan kekerasan, mengedepankan sikap humanis dan persuasif.
Pengawasan oleh internal Polri diperlukan untuk menghindari adanya penjatuhan sanksi oleh anggota Polri di luar ketentuan. Hal tersebut perlu dilakukan agar tidak terjadi pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) dan mencegah Maladministrasi berupa tindakan sewenang-wenang.
Sebagai kebijakan daerah untuk membatasi aktivitas masyarakat khususnya mobilitas masyarakat antar daerah, Ombudsman Jakarta Raya menilai kebijakan SIKM perlu dilanjutkan baik dalam PSBB transisi maupun dalam Aman, Sehat dan Produktif (ASP) hingga angka transmisi Covid-19 berada di kurva terendah dan seluruh aspek pelonggaran seperti regulasi, sarana, dan prasarana kesehatan juga telah memadai.
“Sejauh ini, penerapan kebijakan SIKM terbukti efektif dalam membatasi masyarakat keluar masuk wilayah Jakarta,” tegas Teguh.
Terkait dengan penegakan aturan PSBB, Ombudsman menilai pentingnya Perda sebagai perangkat hukum juga untuk memastikan tidak hanya pengawasan pada orang per orang tapi juga pada badan.
Selama PSBB, jumlah industri yang mendapat izin IOMKI dari Kemenperin terus meningkat. Sejauh amatan Ombudsman Jakarta Raya, koordinasi antara Kemenperin dan Disnaker tidak cukup baik.
Kemenperin cenderung memberikan persetujuan kepada industri yang mengajukan IOMKI tanpa persetujuan dan rekomendasi dari lembaga teknis yang melakukan pengawasan di lapangan, yaitu Disnakertrans DKI Jakarta.
“Akibatnya, ada banyak perusahaan yang tetap beroperasi tanpa pengawasan dan model evaluasi yang memadai,” ujar Teguh.
Ombudsman Jakarta Raya meminta Kemenperin melakukan kerjasama yang lebih baik dengan Disnakertrans DKI Jakarta. Selama masa PSBB Transisi dan ke depan masa Aman, Sehat dan Produktif (ASP) diberlakukan, pengawasan terhadap Protokol Kesehatan harus sama ketatnya seperti PSBB karena seluruh sektor akan dibuka. Kemenperin dan Disnaker tidak mungkin melakukan pengawasan secara sektoral.
Perlu pelibatan Kemenkes, Dinkes DKI Jakarta, bahkan APH yang memastikan mereka patuh dengan peraturan terkait protokol kesehatan.
”Kami menyarankan agar setiap perusahaan yang beroperasi, baik di masa PSBB lanjutan atau pada masa ASP, melakukan pengecekan kesehatan secara mandiri dan berkala kepada karyawan-karyawan mereka,” tegas Teguh.
Ketentuan ini, menurutnya lagi,bisa dimasukkan ke dalam Perda tentang Sanksi bagi Pelanggar Protap Kesehatan Covid-19 maupun dalam peraturan Kemenperin.
Kelemahan paling menonjol yang perlu diperbaiki pada masa PSBB Transisi dan masa Aman, Sehat dan Produktif (ASP) adalah fasilitas pembatas social distancing dan permberlakuan protokol kesehatan di pasar-pasar tradisional. Menurut Ombudsman, pengawasan dan pembuatan fasilitas social distancing dan protokol kesehatan di pasar-pasar tradisional, sejak PSBB 1 sampai PSBB 3 tidak tersentuh sama sekali oleh Pemprov DKI Jakarta.
Supermarket dan Hypermarket telah membuat pengaturan warga saat berbelanja termasuk membuat fasilitas garis social distancing di fasilitas perbelanjaan mereka, namun di Pasar Tradisional yang berada di bawah PD Pasar Jaya hal itu belum terjadi. “PD Pasar Jaya tidaklah.
Sarana dan Prasanana Kesehatan Kedua, terkait dengan kesiapan sarana dan prasarana Kesehatan, Pemprov DKI Jakarta telah menyebutkan adanya penambahan sarpras dan nakes yang menjadi salah satu indikator penerapanPSBB secara bertahap.
Namun Ombudsman Jakarta Raya akan memastikan kesiapan tersebut di lapangan.
“Per April 2020, kekurangan APD dan nakes masih terjadi di Jakarta, begitu juga pelaksanaan Rapid Test dan kesiapsiagaan rumah sakit rujukan” ujar Teguh.
Pemprov DKI juga sudah menyiapkan wisma, hotel, rusun bahkan merencanakan beberapa Gedung pemerintah lainnya termasuk sekolah untuk mengantisipasi lonjakan pandemik.
“Kami akan konfirmasi lagi ke Pemprov terkait ketersediaan sarpras kesehatan ini untuk memastikan kesesuaian kemampuan mereka jika menghadapi lonjakan tiba-tiba akibat PSBB transisi atau masa ASP,” terang Teguh.
Mitigasi Pelayanan Publik
Hal ketiga yang menjadi sorotan Ombudsman Jakarta Raya adalah Mitigasi Pelayanan Publik. Secara umum, pemberi layanan di Jakarta telah melakukan proses mitigasi ke teknologi digital. Namun ada catatan Ombudsman terkait dengan layanan SIKM, Samsat, dan Satpas SIM di Jakarta selama PSBB 3.