TELENEWS.ID – Keunikan Nyepi ternyata tidak hanya terjadi pada hari perayaannya, namun juga serangkaian acara budaya yang mengikuti setelahnya. Salah satu ritual pasca-Nyepi yang menarik perhatian khalayak luas adalah ‘Omed-Omedan’, yakni tradisi ‘ciuman massal’ yang dihelat di daerah Sesetan.
Mereka yang pernah menyaksikan langsung ritual Omed-Omedan pastinya minimal tersenyum lebar.
Pasalnya, pada pagelaran tersebut, sejumlah muda-mudi setempat diperbolehkan untuk menarik dan mencium lawan jenis mereka, dibarengi dengan siraman air dan riuh rendah sorak sorai para penonton.
Namun, harap jangan dipandang secara negatif. Omed-Omedan bukanlah ajang untuk mengumbar nafsu birahi atau melegalisir pelecehan. Ini merupakan festival adat yang dilakukan secara turun temurun untuk mempererat rasa persaudaraan dan kekeluargaan dalam masyarakat.
Nyatanya setelah dilakukan sejak abad ke-17 hingga saat ini, tidak ada satupun laporan kriminal atau tindak pidana yang terjadi akibat acara Omed-Omedan. Semua hanya dilakukan untuk unsur fun dan keakraban semata!
Dalam ritual Omed-Omedan, terdapat dua kelompok muda mudi yang terlibat, yakni laki-laki dan perempuan.
Posisi keduanya dibuat saling berhadapan di tengah jalan raya. Ya, jalan Sesetan memang ditutup total khusus untuk festival budaya ini, sehingga para pengendara harus mencari jalur alternatif bila ingin melintasinya.
Bukan hanya para peserta, namun jalan tersebut juga akan disesaki oleh para wisatawan dan masyarakat yang ingin menyaksikan serta mengabadikan jalannya acara.
Kedua kelompok yang saling berhadapan tersebut pun menanti aba-aba dari sesepuh desa, sembari diiringi riuh instrumen gamelan yang dimainkan.
Begitu aba-aba diberikan, kedua kelompok sontak berlari menyongsong satu sama lain dan memeluk lawan jenisnya, kemudian mendaratkan ciuman sembari disiram oleh berember-ember air oleh rekan-rekan lainnya yang tidak menjadi peserta.
Suasana pun menjadi lucu dan heboh sehingga menghadirkan gelak tawa bagi para pengunjung yang menyaksikan.
Lalu, darimana tradisi Omed-Omedan ini berasal?
Konon, tradisi ini pertama dilakukan oleh warga kerajaan Puri Oka. Awalnya, permainannya hanya berupa tarik-menarik antar peserta, namun lama kelamaan pun berubah menjadi saling rangkul.
Raja Puri Oka yang tengah sakit keras terganggu oleh kegaduhan yang dibuat warganya akibat permainan tersebut, hingga ia pun keluar dari kediamannya dan bermaksud menegur para warga. Namun begitu sampai di tempat permainan berlangsung, sakit sang raja malah sembuh.
Sejak itulah Raja Puri Oka mewajibkan para warga untuk melaksanakan tradisi Omed-Omedan setiap tahun pada hari ‘Ngembak Geni’ atau ‘penyalaan api pertama’ yang berlangsung tepat satu hari setelah tahun baru Nyepi.
Seiring perkembangan era modern dan norma-norma, tetua adat desa Sesetan pun sempat mempertimbangkan untuk meniadakan Omed-Omedan karena khawatir dengan kontroversi yang mungkin mencuat akibat salah paham perihal pelaksanaannya.
Namun niat tersebut akhirnya urung dilakukan setelah satu kejadian aneh, yakni dua ekor babi yang berkelahi di depan sebuah pelataran pura setempat.
Dianggap sebagai sebuah pertanda buruk akibat pertimbangan tersebut, akhirnya Omed-Omedan pun tetap dijalankan hingga saat ini.
Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, Omed-Omedan tahun ini digelar secara tertutup untuk publik. Peserta yang dilibatkan pun sangat terbatas, yakni hanya tiga pasang muda-mudi, sementara sisanya adalah prajuru banjar dan masyarakat yang dibatasi maksimal 60 orang. Lokasinya pun tidak di jalan raya, melainkan di dalam banjar setempat.
Semoga kemeriahan Omed-Omedan bisa segera kembali setelah masa pandemi berakhir. Bila kamu berkunjung ke Bali tepat pada periode Nyepi, jangan lupa untuk menyambangi festival unik yang satu ini ya! (Billy Bagus)