Home Indepth Penyakit Korupsi Lebih Mematikan dari Virus Corona?

Penyakit Korupsi Lebih Mematikan dari Virus Corona?

Facebook
Twitter

Seluruh umat manusia di muka bumi ini saat ini bersedih, terkurung, terkungkung, terpenjara dan berkabung atas prahara yang ditimbulkan oleh jasad renik yang tak kasat mata, bernama virus Corona.

Sejak ditemukannya penderita awal atau kita sering mendengarnya dengan julukan pasien zero, virus ini terus menyebar dengan kecepatan angin ke seluruh penjuru dunia, termasuk Indonesia yang awalnya menganggap dirinya kebal pun tidak luput dari sebaran tersebut.

Sepak terjang corona yang mulai menyebar sejak kuartal akhir tahun 2019 membuat hampir seluruh negara maju terutama negara -negara di Eropa memberlakukan lock down atau penguncian wilayah secara penuh. Ini dilakukan untuk mengurangi penyebarannya imbas dari paparan aktif yang menjangkit puluhan ribu bahkan jutaan penduduk di sana.

Kesedihan dan pilu menjadi santapan harian seluruh penduduk di muka bumi ini. Kekhawatiran, ketakutan dan kesesakan yang tiada banding dirasakan banyak orang, terlebih apabila bagian dari keluarga terjangkit virus yang belum ada obatnya ini. Selain itu terjadi juga sangsi sosial yang entah siapa yang memulainya seolah orang yang terjangkit virus corona adalah orang yang paling ditakuti dan bersalah di masyarakat. Ada yang dengan cara mengusir dari rumahnya atau menolak mereka melakukan isolasi mandiri di rumahnya sendiri.

Opini Masyarakat

Percikan belah opini terjadi dengan cepat di seluruh negeri ini. Sedikitnya ada 5 kelompok besar yang berani memeluk dan menggaungkan opininya:

  1. Terbesar pertama adalah kelompok yang percaya bahwa virus corona itu benar-benar ada dan patut untuk diwaspadai, mematuhi protokol kesehatan yang sudah dicanangkan oleh pemerintah, menjaga diri dan keluarga agar tidak turut terjangkit virus mematikan tersebut.
  2. Terbesar kedua dalah kelompok yang secara terang-terangan tidak percaya virus corona itu ada dan tidak mau mematuhi protokol kesehatan dari pemerintah, hidup semaunya dan tidak mengindahkan kesehatan pribadi dan keluarga.
  3. Kelompok ketiga adalah yang mengambang, percaya tetapi tidak mau menjaga diri, lebih individualistis dan menganggap bahwa virus corona itu tidak lebih dari bentuk lain virus flu yang bisa menjangkit semua orang dan tingkat keparahannya kecil.
  4. Kelompok keempat adalah kelompok yang menganggap virus corona adalah sebuah konspirasi dunia yang dibuat oleh sekelompok elit global untuk menghancurkan perekonomian dunia agar dapat mereka kendalikan dan tunduk pada kepentingan-kepentingan mereka.

Kata “Mereka” ini sendiri masih merupakan sebuah opini yang sampai saat ini belum dapat dibuktikan dan diketahui kebenarannya, didapat dari berbagai sumber komunitas yang cukup vokal menyuarakan hal ini.

  1. Kelompok terakhir adalah kelompok yang paling tidak memahami apa yang sedang terjadi dan belum mampu mengambil sikap atas pandemi yang terjadi di dunia, masih mempertanyakan bagaimana akan bertahan hidup di masa yang serba paceklik ini.

Dari ke-5 kelompok besar ini tentu merupakan fenomena normatif yang mungkin akan selalu tampak di setiap kelompok-kelompok masyarakat di sekitar kita dan kita bisa menyikapinya dengan ungkapan “manusiawi perbedaan pendapat itu”.

Berkah Corona?

Yang menarik dari semua ini adalah satu kelompok di luar 5 aspek masyarakat yang berbagi opini tersebut di atas, yaitu satu kelompok yang lebih “mematikan” dari virus corona itu sendiri. Kelompok ini melihat pandemi sebagai sebuah kesempatan yang tidak datang dua kali lalu membuatnya sebagai tambang emas pribadi yang tentu memperbesar pundi-pundi kekayaan pribadinya.

Siapa saja mereka? Berikut adalah kelompok itu:

  1. Usahawan Kreatif

Masih terlintas di benak kita semua bagaimana di awal tahun 2020 harga masker 3 lapis dari hanya sekitar Rp. 20,000 meroket menjadi Rp. 400,000. Mencengangkan bukan?

Tentu ini adalah sebuah ajang aji mumpung yang luar biasa dilakukan oleh segelintir usahawan di Indonesia.

  1. Para Oportunis

Ini adalah sekelompok orang yang mengupayakan bagaimana uang dapat mengalir dan mengatasnamakan virus corona. Apapun akan dikibarkan dan dikabarkan seolah sebuah kepedulian luar biasa terhadap para penderita, dengan menggalang donasi kepedulian penderita virus corona yang tersebar di situs-situs, forum-forum, blog dan penyebaran berita berantai melalui sosial media. Kelompok ini, bahkan menyambangi secara pribadi melalui aplikasi percakapan seperti Whatsapp.

Hasilnya, sudah tentu hanya untuk kepentingan mereka pribadi dengan memberikan bukti donasi yang jauh dari nilai pengumpulan dana yang didapatkan. Kelompok ini terdiri dari manusia-manusia jahat yang sedang berkeliaran di masyarakat yang harus diwaspadai keberadaannya.

  1. Tikus-Tikus Kecil

Sudah tentu apabila kita menyebut “tikus-tikus” akan merujuk pada abdi negara yang suka menyunat dana bantuan pemerintah untuk kesejahteraan rakyat dan dibuat seolah-olah negara hanya memberikan sejumlah yang mereka sampaikan kepada masyarakat. Ini adalah kultur negara kita dan jangan heran apabila pelaku di sisi ini jumlahnya luar biasa banyak. Manusia-manusia yang kurang bersyukur dan selalu mencari “seseran” dengan harapan dapat keuntungan dari penderitaan masyarakat.

  1. Koruptor Kelas Kakap

Gelar kehormatan tertinggi bagi para pejabat di seluruh jajaran kementerian Republik Indonesia tercinta ini yang secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan mengeruk keuntungan dari segala aktivitas finansial negara demi keuntungan pribadi. Kelompok ini bukan mencari berkah pada masa pandemi namun menjadi saingan berat virus corona itu sendiri.

Ini membuktikan, bahwa virus corona adalah berkah luar biasa bagi segelintir orang dengan ciri-ciri di atas, bukan?

Dari Ke-4 kelompok di atas dapat kita lihat bahwa seluruhnya diisi oleh orang-orang dengan pemikiran jenius tetapi picik. Hatinya telah dipenuhi jelaga harta yang membutakan nurani dan menari-nari di atas derita masyarakat yang sudah sedemikian parah.

Dengan senyum lebar mereka menggiring masyarakat kita pada pilihan yang hanya itu-itu saja dan akhirnya menyerah pada keadaan bahwa mereka hanyalah masyarakat biasa. Sedangkan, oknum-oknum hebat ini berkeliaran di ibukota dengan angkuh di dalam mobil mewahnya.

Pejabat Korupsi

“Duh, pejabat korupsi, memangnya ada pejabat yang tidak korupsi?” kata salah seorang warga bertanya.

Memang betul sekali opini ini sudah mengalir puluhan tahun di negeri ini dan menjadi sebuah rahasia umum yang sulit untuk dihapus dari benak masyarakat kita.

Sejak jaman awal kemerdekaan hingga kini jaman media sosial, korupsi itu sudah menjadi budaya pejabat di Indonesia. Memang tidak seluruhnya. Tapi, apabila dirangkum dan dicatatkan dengan baik selama beberapa dekade pemerintahan yang sudah berganti presiden sebanyak 7 kali, dapat terlihat jelas betapa sebagian dari para pejabat ini seolah tidak bisa keluar dari lingkaran setan “memperkaya diri dan kelompok” itu.

Satu bulan terakhir ini saja, kita digempur berita-berita pejabat yang melakukan aktivitas memperkaya diri sendiri dan kelompoknya. Para manusia terhormat yang dipilih oleh Presiden RI sebagai pejabat yang dipercaya akan turut bekerja keras agar Indonesia keluar dari himpitan pandemi, justru kelakuannya malah lebih mengerikan dari Virus yang diklaim berasal dari Tiongkok itu.

Bagaimana tidak. Jika dilihat dari mekanisme penyebarannya, virus dengan kode COVID-19 ini akan menginfeksi secara perlahan dan masih dapat disembuhkan dengan perawatan intensif dan isolasi yang baik. Ini terbukti dari prosentase tingkat kesembuhan yang jauh di atas prosentase kematiannya. Dapat kita lihat, bahwa penderita virus ini masih memiliki kemungkinan yang sangat besar untuk pulih.

Namun untuk korupsi, penyakit ini sudah menjangkiti negara kita lebih dari 70 tahun lamanya. Hingga sekarang, belum terlihat ada satupun dari pelakunya yang dapat disembuhkan, baik dengan isolasi (penjara) maupun dengan perawatan intensif (dimiskinkan). Korupsi tetap saja selalu terjadi dan infeksinya sangat cepat dan masif menjalar di seluruh jajaran, mulai dari menteri hingga kepala desa.

Menariknya, penyakit yang menginfeksi sisi psikologis dan kepala manusia ini menjadi sebuah penyakit yang seolah membuat penderitanya menjadi figur publik yang sukses dan terkenal karena selalu menjadi incaran awak media dan diliput bak artis papan atas.

Contoh kasus negara Tiongkok, seperti dikutip dari Central Commission for Discipline and Inspection of People’s Republic Of China, di negara tirai bambu tersebut setiap pejabat yang melakukan korupsi akan diberikan hukuman maksimal, yaitu hukuman mati dan seluruh keluarganya, baik orang tuanya, istrinya, anak-anaknya dan seluruh keluarga besarnya akan dipenjarakan.

Dan itu betul. Karena, komitmen tidak pandang bulu yang diterapkan pemerintah Tiongkok, hukuman yang dijatuhkan menimbulkan efek jera tingkat kaisar langit bagi aparat negara komunis tersebut. Akhirnya, sikap tegas ini membuahkan hasil dan menempatkan Tiongkok sebagai negara dengan tingkat korupsi yang rendah dan menjadi salah satu negara maju yang perkembangan ekonominya cukup pesat.

Kembali ke negara tercinta Indonesia. Wacana hukuman mati bagi koruptor dinilai banyak pihak dan politisi sebagai tindakan yang kejam dan tidak berperikemanusiaan. Sehingga hukuman mati tidak cocok diberlakukan di Indonesia. Di negara kita, hingga saat ini koruptor duduk manis di dalam sel sekelas hotel dan masih dapat tertawa lepas seolah perbuatannya adalah sebuah pencapaian yang luar biasa dalam hidupnya.

Virus Korupsi Lebih Mematikan dari Virus Corona

Mungkin wajar apabila beberapa pihak menobatkan virus korupsi itu sebenarnya lebih mematikan dari virus corona. Mengapa?

Karena, pandemi korupsi sudah menjadi epidemi dan menetap selamanya di negara ini. Selain cara penyebarannya yang lebih cepat dari virus corona, virus korupsi ini memiliki ciri khas yang unik. Apabila ada satu pejabat yang terpapar virus ini, maka secara otomatis akan ada beberapa kerabat, teman, keluarga, dan pihak lain yang langsung terkena dampaknya.

Dampak dari virus ini tidak hanya merusak diri penderitanya, tetapi juga merusak seluruh bangsa dan negara. Juga, memberikan penderitaan yang tiada akhir pada masyarakat yang selalu saja merasa dibodohi oleh pemerintah.

Tak hanya itu, virus korupsi mengakibatkan apatisme dan keputusasaan yang berkelanjutan di hati masyarakat. Tentu ini sangatlah buruk dan mematikan.

Contoh kasus dugaan korupsi benih lobster yang dilakukan oleh Menteri KKP Edhy Prabowo, saat dilakukan diagnosis dan pendalaman, didapati bahwa satu kelompok juga terinfeksi virus korupsi ini. Kemudian hal ini meluluhlantakan kementerian KKP yang harus tergopoh-gopoh menerima kedatangan KPK yang melakukan penggeledahan dan pendalaman kasus. Tak hanya soal penggeledahan kantor Edhy Prabowo, hal ini juga memberi dampak terhadap tersendatnya ekspor benih lobster, yang digadang-gadang membantu pendapatan para nelayan dan pedagang lobster tersebut , karena terimbas oleh mencuatnya kasus ini ke permukaan.

Dapat dibayangkan bagaimana perasaan ribuan orang yang terkait ekspor benur ini dibuatnya. Inilah efek virus korupsi yang sangat mengerikan yang terdiagnosa dan terbukti secara nyata membunuh banyak sekali aktivitas perekonomian negara ini.

Peran Pemerintah

Salah satu cara yang dapat dilakukan pemerintah selain memberlakukan e-budgeting secara penuh adalah memberikan edukasi kepada kaum milenial. Melalui sosial media, pemerintah dapat mengedukasi mengenai dampak-dampak yang ditimbulkan oleh korupsi secara terjadwal dan terus menerus. Dengan begitu, para pejabat masa depan akan mengenal korupsi dengan baik dan menghindarinya karena dianggap sebuah penyakit yang wajib dihindari.

Semoga negara ini dapat mencontoh beberapa negara yang sudah menerapkan hukuman maksimal bagi pejabat korup yang membuahkan hasil sangat signifikan terhadap perkembangan di berbagai aspek di negara tersebut. (JParris)

Facebook
Twitter

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Yoyic Dairy Indonesia

Most Popular

Doyan Sindir Anies Baswedan, Wagub DKI Ke Giring: Tunjukkan Kinerja Dan Prestasi

TELENEWS.ID - Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria angkat bicara soal aksi saling sindir antara Gubernur Anies Baswedan dengan Ketua Umum...

Tidak Ada Tempat Bagi Koruptor, Indonesia – Singapura Tanda Tangan Perjanjian Ekstradisi

TELENEWS.ID - Sejak tahun 1998, Indonesia dan Singapura telah melakukan berkali-kali untuk mengukuhkan perjanjian ekstradisi untuk kedua negara namun selalu gagal. Diketahui...

Tewas Bukan Karena Maling Mobil, Kakek Wiyanto Dianiaya Secara Brutal Gara-gara Serempet Motor di Jalan

TELENEWS.ID - Polisi mengungkap kronologi kematian Wiyanto Halim (89) yang tewas akibat dikeroyok massa di kawasan JIEF, Pulo Gadung, Cakung, Jakarta Timur...

Yuk Mampir ke Provinsi Berpenduduk Paling Bahagia di Indonesia, Dijamin Betah

TELENEWS.ID - Berbagai macam spot wisata di setiap daerah Indonesia mampu mengundang traveller lokal maupun mancanegara. Dalam beberapa waktu terdapat informasi bagaimana...