Home Nasional Perkuat Pertahanan atau Ekonomi, Indonesia Pilih Mana?

Perkuat Pertahanan atau Ekonomi, Indonesia Pilih Mana?

Facebook
Twitter

TELENEWS.ID – Selain memperkuat perekonomian, Indonesia juga harus fokus dalam membangun sektor pertahanan dengan memodernisasi alat utama sistem persenjataan atau alutsista jika ingin posisinya kuat di kawasan Indo-Pasifik, termasuk ASEAN. Hal tersebut diutarakan oleh Ian Montratama selaku Pengamat Hubungan Internasional Universitas Pertamina. Menurutnya, pangkal dari lemahnya dua hal tersebut membuat posisi Tanah Air saat ini tidak strategis.

“Kalau menurut saya, pola orientasi itu yang fokus berorientasi pembangunan pertahanan harus diimbangi dengan pembangunan ekonomi,” ucapnya saat dihubungi Kamis (24/6).

Menurut Ian, langkah tersebut telah dimulai sejak era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Hal ini ditandai dengan terbitnya Kebijakan Kekuatan Pokok Minimum (Minimum Essential Force/MEF) yang terbagi menjadi tiga tahapan.

Hanya saja, menurutnya kebijakan tersebut tidak didukung oleh anggaran pertahanan yang mencukupi. Hingga pada akhirnya, pada era SBY harus berkompromi dengan alokasi anggaran alutsista di bawah 1 persen dari produk domestic bruto (PDB)

Sementara pada pemerintahan Joko Widodo dirinya berpendapat mulai digiatkan kembali sekalipun masih dalam bentuk draf, Rancangan Peraturan Presiden (Ranperpres) Pemenuhan Kebutuhan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan (Alpalhankam) Kemhan-TNI Tahun 2020-2044. Bahkan hal itu disebut sebagai terobosan sebab pendekatannya dengan perencanaan jangka panjang, namun diadakan di awal periode.

Tentunya hal tersebut membuat postur pertahanan terbangun secara utuh serta berimbang dan hanya akan diadakan setiap 20 tahun sekali sesuai dengan periode RPJPN.

Jika dengan pola perencanaan dan anggaran yang pernah diterapkan, menurutnya, Indonesia akan membangun secara pelan-pelan dan sektoral sesuai ketersediaan anggaran. Ini sangat berisiko mengingat kebijakan berpeluang berubah ketika pimpinan berganti.

Ia menegaskan bahwa rencana pembangunan postur berpotensi direvisi terus dan pada akhirnya terjadi penundaan eksekusi pengadaan programnya. Sedangkan risiko lainnya adalah harga alutsista yang meningkat sekitar 9-11 persen setiap tahunnya.

Jika Indonesia membeli stok banyak di depan, Indonesia bisa menghindari risiko tingkat inflasi harga alutsista. Artinya, lebih banyak alutsista yang dapat diadakan dengan anggaran yang sama.

Ian melanjutkan, postur pertahanan Indonesia mulanya tak menjadi prioritas pada Orde Baru, salah satunya lantaran fokus menjaga stabilitas keamanan dalam negeri dan pembangunan infrastruktur. Selain itu, juga membangun postur keamanan sangat mahal.

Menurutnya, pada akhirnya Indonesia hanya memiliki kemampuan finansial yang terbatas dan diharuskan memilih antara barter antara sektor pertahanan atau pembangunan. 

Presiden Soeharto pun berpikir bahwa situasi akan lebih menguntungkan jika masalah keamanan tersebut diselesaikan secara diplomasi melalui ASEAN sedangkan dana yang ada untuk pembangunan ekonomi, seperti visi dari Orde Baru sendiri yang kental dengan pembangunan.

Karenanya, ia menyambung posisi Indonesia sampai kini masih lemah dan kian melemah. Hal ini didasari oleh pernyataan dari Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto, yang mencoba mengalihkan isu konflik Amerika Serikat (AS) dan China di Laut China Selatan ke dalam upaya kerja sama termasuk perekonomian dalam pertemuan 8th ADMM Plus pada Rabu 16 Juni silam.

“Dikarenakan kita enggak punya kapasitas untuk bicara lebih jauh masalah konflik itu karena kita tidak mungkin memberikan apa-apa. Kita hanya bisa mengalihkan isu dari rivalitas masalah pertahanan/keamanan menjadi arah mengapa kita tidak bekerja sama karena ini Amerika dan China sama-sama bisa kita sebut two elephant in the room,” tuturnya.

Dirinya juga tak lupa mengingatkan bahwa masalah posisi, Indonesia tidak bisa memihak salah satu antara AS dan China lantara memiliki peran penting di sektor ekonomi dan pertahanan. Pada akhirnya, yang bisa dilakukan adalah menunggu dan sejalan dengan keputusan dari Menteri Pertahanan.

Meski demikian, Ian juga mengungkapkan bahwa masalah sengketa perbatasan tidak pernah dapat diselesaikan dalam waktu singkat dan mudah. Ia mencontohkan dengan pengalaman antara Indonesia-Filipina, Indonesia-Singapura dan Indonesia-Australia yang tuntas setelah puluhan tahun sengketa.

Secara teoritis, apa yang disampaikan oleh Prabowo selaku Menteri Pertahanan memang bisa diterima. Namun tidak bisa diharapkan dalam waktu cepat. Setidaknya, upaya tersebut dilakukan minimal menghindari konflik, dan itu merupakan salah satu pencapaian.

Dalam pertemuan 8th ADMM Plus yang digelar secara virtual dari Kantor Kemhan, Jakarta pada Rabu 16 Juni silam, Prabowo sempat menyampaikan rasa terima kasih atas tawaran juga bantuan dari negara-negara anggota ADMM Plus kala insiden hilangnya KRI Nanggala-402 beberapa waktu yang lalu.

Ketua Umum DPP Partai Gerindra ini lantas mulai membicarakan seputar isu-isu aktual yang sedang dihadapi oleh ASEAN, salah satunya konflik AS – China di Laut China Selatan. Prabowo membahas masalah tersebut dikarenakan mengingat ASEAN yang bagian dari kawasan Indo-Pasifik yang dihuni oleh lebih dari separuh penduduk dunia. Sekitar 70 persen output ekonomi global diproduksi dan dua pertiga dari seluruh kegiatan ekonomi dunia. 

Oleh karena itu, Prabowo mendorong AS dan China agar menyelesaikan masalah yang terjadi di kawasan tersebut diselesaikan secara baik-baik. Indonesia berkeyakinan bahwa hal tersebut dapat tercapai.

“We are convinced that China is being led by wise leader, the US also as wise statesman and all leaders of the great powers we see, Para pemimpin kekuatan dunia saat ini memiliki tanggung jawab kepemimpinan di masing-masing pundaknya dan masa depan dunia ditentukan oleh kebijaksanaan dan kebajikan (wisdom and benevolence) mereka.” Tutur Prabowo. (Uswatun)

Facebook
Twitter

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Yoyic Dairy Indonesia

Most Popular

Startup Indonesia Lakukan PHK Besar, Ada Apa?

TELENEWS.ID – Beberapa hari lalu, perusahaan startup Indonesia seperti LinkAja, Zenius, SiCepat, dan JD.ID melakukan pemutusan hubungan kerja kepada sejumlah karyawannya. Hal...

Elon Musk Batal Bangun Pabrik Tesla di India, Peluang Indonesia Semakin Besar

TELENEWS.ID – Dikutip dari India Times dan ABP Live, Elon Musk memutuskan untuk tidak berinvestasi di India dalam membangun pabrik mobil Tesla...

Ibukota Akan Pindah, Bagaimana Pertahanan Udaranya?

TELENEWS.ID - Pemindahan Ibukota negara ke Penajam, Paser Utara, Kalimantan Timur harus dibarengi dengan pertahanan udara yang maksimal. Karena, posisi Ibukota tersebut...

Pemprov DKI Mengandalkan SPAM untuk Mengatasi Akses Air Bersih

TELENEWS.ID - Untuk mengatasi masalah banjir dan juga menanggulangi masalah air bersih di DKI Jakarta, Pemprov DKI Jakarta mendapatkan kucuran dana dari...