TELENEWS.ID – Jumat (17/12/2021), puluhan penghuni Apartemen Cinere Bellevue Suites melakukan aksi protes atas kasus pertelaan terkait AJB (Akta Jual Beli). Mereka rela menunggu lebih dari dua jam untuk menanti kehadiran pihak Kejaksaan Negeri Kota Depok dalam meninjau sidang lapangan dari kasus terkait.
Namun, puluhan penghuni tersebut harus sabar setelah mendapatkan kabar jika pihak Kejaksaan Negeri Kota Depok meminta re-schedule sidang lapangan. Rencananya, pihak Kejaksaan Negeri Kota Depok akan hadir pada Senin (20/12/2021) mendatang.
Hendro Sutroadi, koordinator anggota Komunitas Peduli Sarana Tinggal (KPST) Cinere Bellevue Suites menerangkan, kasus ini berkaitan dari pihak developer menjanjikan pertelaan terkait AJB, sebelum terjadinya kebakaran pada 2017 lalu. “Dari kebakaran itu pihak pengelola dan pengembang tidak ada kejelasan terkait soal AJB. Selalu diundur dengan berbagai alasan,” jelasnya.
Pada akhirnya 27 Januari 2020, lanjutnya, kita menggugat Pengadilan Negeri Kota Depok dan baru selesai pada 27 November 2020. “Keputusan inkrahnya 11 Desember. Sejak saat itu, dia PPJB (Perjanjian Pengikat Jual Beli) grup satu dianggap sebagai AJB,” papar Hendro.
Seiring berjalannya waktu, Hendro mengungkapkan keluhan kepada pihak pengelola karena meminta penghuni untuk menebus sertifikat induk yang digadaikan dengan harga yang tidak masuk akal. “Bukan cuma itu keluhan kepada pihak notaris karena memasang tarif pengurusan AJB dan sertifikat diluar ketentuan umum,” ucapnya.
Kekesalan yang diluapkan penghuni tidak hanya dari biaya tebus sertifikat, melainkan kesalahan pengelola yang mangkir dari janji.
“Kejaksaan Negeri Kota Depok ini dihadirkan untuk membuktikan semua bukti ada mulai dari gedung dan pemilik unit pun hadir disini. Kita yang berhak untuk menerima segala dokumen legal,” tegasnya.
Ketua KPST Cinere Bellevue Suites , Bayu Tatang menerangkan, kita hanya meminta hak sebagai pembeli yang sudah lunas seharusnya diadakan proses kepemilikan dari pihak developer.
“Saat kita mendesak, pihak developer peduli. Timbul proses biaya-biaya yang tidak wajar, kita ingin kembali kepada biaya yang sesuai dengan aturan berlaku serta transparasi,” ungkapnya.
Diketahui sudah lebih dari tujuh tahun mangkraknya penurunan sertifikat kepada pembeli. “Untuk mendapatkannya, memang kita mengikuti peraturan yang ada tapi biaya yang tidak wajar sulit diterima,” kata Bayu.
Ia menegaskan, kami meminta keterbukaan biaya apa saja yang terperinci. “Aksi ini bisa berkelanjutan bila pihak developer tidak menggubrisnya. Ini hanya menuntut hak kita,” pungkasnya. (Dion)