Home Nasional Ramai-Ramai Tolak PPN Pendidikan, Singgung Gaji Guru yang Tidak Layak

Ramai-Ramai Tolak PPN Pendidikan, Singgung Gaji Guru yang Tidak Layak

Facebook
Twitter

TELENEWS.ID – Menyoal tentang pajak pertambahan nilai yang menyasar semua lini, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) melalui Lembaga Pendidikan (LP) Ma’arif membuka suara. Pihaknya menolak dengan tegas rencana pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) pada jasa pendidikan. Organisasi ini pun juga meminta agar pemerintah mengurungkan niatnya tersebut.

NU melalui LP Ma’arif mendorong demikian sebab aktivitasnya pada sektor pendidikan tidak bertujuan mencari keuntungan finansial akan tetapi mencerdaskan bangsa sesuai dengan mandat yang tertera di UUD Negara Republik Indonesia 1945. Hingga saat ini, LP Ma’arif diketahui telah menaungi sekitar kurang lebih 21 ribu sekolah maupun madrasah se-Indonesia yang sebagian besar berada di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar atau 3T.

Oleh karena itu, menurut pihaknya, banyak pertimbangan yang harus diambil dalam menetapkan biaya pendidikan yang harus ditanggung murid.

Menurut Ketua LP Ma’arif NU, KH. Arifin Junaidi dalam keterangan tertulisnya, jangankan menghitung komponen margin dan pengembalian modal, dapat menggaji tenaga didik kependidikan dengan layak saja merupakan hal yang berat bagi pemerintah.

Atas dasar itu, ungkapnya, banyak tenaga pendidik di lingkup LP Ma’arif NU yang mendapatkan gaji kurang layak karena jauh di bawah upah minimum kabupaten/kota (UMK). Padahal menurutnya, tugas, posisi, dan fungsi guru tak berada di bawah buruh.

Arifin pun heran dengan rencana pemerintah mengenakan PPN kepada lembaga pendidikan. Terlebih, rencana tersebut muncul setelah gagal memasukkan pendidikan ke dalam “rezim bisnis” dalam penyusunan Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker).

Arifin lalu mengingatkan agar negara harus lebih berperan aktif serta mendukung partisipasi publik dalam memajukan pendidikan. Akan tetapi, patut disayangkan bahwa rencana tersebut justru menunjukkan hal sebaliknya. Bertentangan dengan upaya mencerdaskan bangsa.

Adapun jika pemerintah tetap ‘keras kepala’ tetap memaksakan untuk merealisasikan rencana tersebut, Arifin mengatakan bahwa pihaknya sebagai bagian dari jamaah NU bakal merujuk pada keputusan dari musyawarah nasional (munas) dan konferensi besar (konbes) pada tahun 2012 tentang kewajiban membayar pajak.

Arifin menyebut jika salah satu pembahasan munas adalah soal wajib tidaknya rakyat membayar pajak ketika pajak yang seharusnya dimanfaatkan untuk kemaslahatan rakyat justru dikorupsi.

Ia menegaskan bahwa NU akan selalu bersama pemerintah selama pemerintah tetap bersama rakyat. Hal sebaliknya akan terjadi jika pemerintah meninggalkan rakyat maka NU akan memberikan kritik sebagai masukan yang bisa dijadikan pertimbangan sebelum menetapkan keputusan.

Sementara itu, Anggota Komisi X DPR RI Fraksi PPP, Illiza Sa’aduddin Djamal menyayangkan rencana pemerintah yang akan memungut pajak pertambahan nilai (PPN) pada jasa pendidikan. Rencana pengenaan PPN jasa pendidikan tertuang dalam draf Rancangan Undang-Undang Revisi UU No 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Rencana pemerintah ini menurut Illiza tentu bisa memberatkan lembaga pendidikan swasta missal Pendidikan Anak Usia Dini atau PAUD, perguruan tinggi dan bimbingan belajar. Dimana menurut Illiza lembaga-lembaga tersebut notabene sudah kesulitan dalam pembiayaan pendidikan.

Dalam keterangan yang diterima pada Minggu (13/6), menurut Illiza penerapan PPN di sekolah swasta juga akan memberatkan para orang tua siswa sebab akan berdampak pada kenaikan biaya pendidikan di sekolah swasta.

Fraksi PPP pun menurutnya menilai tindakan dari pemerintah ini nantinya akan mematikan lembaga-lembaga pendidikan swasta. Dengan menetapkan dan membebankan PPN, pendidikan swasta akan dibuat kalah bersaing dan mematikan kreativitas mereka sehingga dampaknya adalah penurunan kualitas pendidikan lembaga swasta.

Selain itu, rencana pemerintah menetapkan PPN ini dinilai bertentangan dengan Pasal 31 UUD 1945 dimana pada Ayat (1) menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Kemudian Ayat (2) yang menyebut bahwa setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.

“Oleh karena itu, kami meminta kepada pemerintah untuk mengurungkan niat ini, apalagi di tengah masa pandemi covid-19 perekonomian masyarakat sangat memprihatinkan,” pungkasnya.

Adapun rencana memungut pajak pertambahan nilai atau PPN pada jasa pendidikan atau sekolah tertuang dalam revisi Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Disebutkan dalam aturan tersebut, jasa pendidikan dihapus dari daftar jasa yang tidak terkena PPN. Dengan demikian, jasa pendidikan akan segera dikenakan PPN jika revisi KUP disahkan. (Uswatun)

Facebook
Twitter

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Yoyic Dairy Indonesia

Most Popular

Ladies, Kenali 6 Tanda Cowok Parasit yang Perlu Diwaspadai

TELENEWS.ID - Hubungan mantan pasangan Laura Anna dan Gaga Muhammad kembali memanas. Laura yang merasa dirugikan baik secara fisik maupun finansial, akhirnya...

Mengenal Situationship yang Bisa Menjebakmu Dalam Hubungan Toxic Tanpa Status

TELENEWS.ID - Apakah kamu memiliki seorang teman yang memperlakukan kamu dengan mesra, dan memberikan perhatian lebih dari seorang teman? Akan tetapi sayangnya,...

Hati-hati, Dokter Peringatkan Bahaya Memakai Celana Jeans Ketat Bagi Organ Intim Wanita

TELENEWS.ID - Praktis, stylish dan bisa dipadukan dengan jenis busana apa saja membuat celana jeans menjadi salah satu item fashion favorit kaum...

Manchester United Ditangan Ralf Rangnick, Apakah Mampu Bersaing?

TELENEWS.ID - Belakangan nama Ralf Rangnick mencuat di kancah dunia sepak bola untuk menjadi juru taktik klub Manchester United. Seperti diketahui bersama,...