TELENEWS.ID – Pemindahan Ibukota Republik Indonesia ke Kalimantan sudah disahkan oleh Presiden Joko Widodo dan hanya tinggal menunggu beberapa tahun lagi. Itu artinya, DKI Jakarta sudah tidak lagi menjadi pusat pemerintahan di Indonesia, namun berubah menjadi pusat bisnis nasional. Jika memang DKI Jakarta nantinya akan menjadi pusat bisnis, bagaimana dengan penanganan masalah sosial yang ada di DKI Jakarta ini?
Pada bulan Oktober 2021 silam, LBH Jakarta menyerahkan rapor merah Pemprov DKI Jakarta untuk penanganan masalah sosial. Buruknya kualitas udara yang ada di Jakarta dinilai sudah melebihi Bahan Mutu Udara Ambien Nasional. Pemprov DKI Jakarta dinilai abai untuk melakukan pencegahan dan juga penanggulangan polusi udara.
Permasalahan sosial berikutnya yang belum bisa teratasi oleh Pemprov DKI Jakarta adalah kebutuhan akan air bersih. Hal ini terjadi di daerah pinggiran kota, kemudian wilayah yang padat penduduk, dan juga untuk masyarakat tidak mampu yang ada di Provinsi DKI Jakarta.
Data yang diperoleh dari Pemprov DKI Jakarta di bulan Maret 2022 ini menyebut bahwa akses untuk air bersih baru terpenuhi sebanyak 65 persen dari target yang sudah ditentukan yakni 79,61 persen. Ironisnya, kota besar seperti Jakarta saja masih mengalami masalah sulitnya akses air bersih untuk warganya sendiri.
Permasalahan banjir menjadi masalah sosial berikutnya yang belum menemui jalan keluar. Masalah banjir yang sekarang ada di DKI Jakarta ini bukanlah masalah curah hujan atau tingginya air laut yang naik setiap tahun. Namun, lebih karena luapan sungai Ciliwung yang masuk ke wilayah DKI Jakarta. Ditambah lagi, dengan daerah bantaran sungai yang kurang diperhatikan oleh Pemprov DKI.
Kesulitan untuk mendapatkan tempat tinggal di Jakarta menjadi permasalahan sosial yang masih ramai diperbincangkan. Padahal, dalam kampanyenya, Anies Baswedan menggunakan Rumah DP0 untuk masyarakat DKI yang berpenghasilan rendah agar bisa memiliki hunian di Jakarta. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, kebijakan terus berubah dengan syarat minimal penghasilan yang dinaikkan untuk bisa mendapatkan akses ini.
Kebijakan Pemprov DKI yang pada tahun ini meniadakan operasi yustisi juga akan memiliki dampak sosial yang berkepanjangan. Setiap tahunnya, terutama pasca lebaran arus balik ke DKI Jakarta akan meningkat dibandingkan arus mudiknya. Hal ini terjadi lantaran warga pendatang yang sudah lama tinggal di Jakarta akan membawa sanak familinya untuk mencari pekerjaan di Jakarta.
Tidaklah mengapa jika mereka memiliki kemampuan untuk berkarya, atau setidaknya sudah mendapatkan kejelasan mengenai pekerjaan yang akan dijalani di Jakarta. Namun, kebanyakan dari mereka hanya mengandalkan modal nekat dan juga koneksi antara si pembawa dan juga majikannya tanpa melihat kemampuan dan juga skill yang dimiliki.
Sudah jelas, hal ini akan mengakibatkan masalah seperti misalnya gelandangan dan juga pengangguran. UMR Jakarta yang tinggi menjadi faktor utama banyak warga luar daerah yang tergiur dengan kehidupan di DKI Jakarta.
Berdasarkan informasi dari laman Dinas Sosial DKI Jakarta, Pemprov DKI Jakarta memiliki kebijakan untuk memberikan fasilitas kepada orang terlantar di DKI Jakarta dengan memulangkan mereka ke tempat asalnya. Hal itu tertuang dalam Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 21 Tahun 2020 dalam pasal 4 ayat 2 poin a. Kondisi pemulangan orang terlantar tersebut dilakukan dengan menggunakan jalur darat.
Sejauh ini, Dinas Sosial DKI Jakarta hanya memberikan bantuan kepada korban bencana yang ada di wilayah DKI Jakarta saja. Belum ada penanganan masalah sosial kepada orang terlantar yang ada di wilayah DKI Jakarta. (Latief)
