Rudi Hartono Iskandar Ditetapkan Sebagai Tersangka Baru Kasus Korupsi Tanah di Munjul

0
Rudi Hartono Iskandar Ditetapkan Sebagai Tersangka Baru Kasus Korupsi Tanah di Munjul
Telenewa.id
Facebook
Twitter
-iklan premium-

TELENEWS.ID – Kasus korupsi pengadaan tanah Munjul, Pondok Rangon, Cipayung, Kota Jakarta Timur Provinsi DKI Jakarta tahun 2019 telah memasuki babak baru usai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan adanya tersangka baru.

Tersangka baru tersebut yakni Direktur PT Aldira Berkah Abadi Makmur, Rudy Hartono Iskandar. Penetapan Rudy sebagai tersangka sesuai dengan Surat Perintah Penyidikan pada tanggal 28 Mei 2021.

“Setelah ditemukan bukti permulaan yang cukup maka KPK kembali menetapkan 1 orang Tersangka yaitu RHI (Rudy Hartono Iskandar) Direktur PT ABAM (Aldira Berkah Abadi Makmur),” ujar Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, pada Senin (14/06/2021).

Lili juga mengatakan bahwa tim penyidik telah memanggil Rudy untuk diperiksa pada hari itu. Namun yang bersangkutan mengkonfirmasi melalui surat bahwa dirinya tak dapat hadir dengan alasan sakit dan meminta untuk dilakukan penjadwalan ulang.

“KPK mengimbau dan mengingatkan yang bersangkutan untuk kooperatif hadir pada penjadwalan pemanggilan ulang selanjutnya,” kata Lili.

Sebelumnya KPK telah menetapkan tiga orang dan satu korporasi sebagai tersangka atas kasus dugaan korupsi terkait pengadaan tanah di Munjul, Pondok Rangon, Cipayung, Kota Jakarta Timur Provinsi DKI Jakarta tahun 2019.

Tiga orang tersangka tersebut antara lain, mantan Direktur Utama (Dirut) Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Pembangunan Sarana Jaya, Yoory C Pinontoan (YRC). Kemudian, Wakil Direktur PT Adonara Propertindo, Anja Runtunewe (AR) dan Direktur PT Adonara Propertindo, Tommy Adrian (TA).

Sementara satu tersangka korporasi yaitu, PT Adonara Propertindo. Para tersangka tersebut dikatakan telah merugikan keuangan negara hingga sebesar Rp152,5 miliar.

Adapun PT Adonara Propertindo (AP) merupakan salah satu perusahaan yang bekerjasama dengan Perumda Pembangunan Sarana Jaya (PSPSJ), yang kegiatan usahanya bergerak di bidang properti tanah dan bangunan.

Bermula pada Maret 2019, Anja mulai aktif menawarkan tanah munjul kepada pihak PDPSJ terlebih dahulu. Selanjutnya ada pertemuan yang dilakukan dengan pihak Kongregasi Suster-Suster Karolus Boromeus di Yogyakarta.

Dalam pertemuan tersebut terbetuk kesepakatan pembelian tanah oleh AR yang berlokasi di daerah Munjul, Kelurahan Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Kota Jakarta Timur, Provinsi DKI Jakarta.

Saat itu juga langsung dilakukan perikatan jual beli sekaligus pembayaran uang muka oleh Anja dengan jumlah sekitar Rp5 M melalui rekening bank atas nama Kongregasi Suster-Suster Karolus Boromeus. Pelaksanaan serah terima SHGB (Sertifikat Hak Guna Bangunan) dan tanah girik dari pihak Kogregasi Suster-Suster Karolus Boromeus dilakukan melalui Notaris yang telah di tunjuk oleh Anja.

Kemudian pada 8 April 2019, Yorry Pinontoan membuat kesepakatan dengan Anja Runtunewe berkaitan dengan pembelian lahan di daerah Munjul, Pondok Rangon, Cipayung, Jakarta Timur. Dalam hal ini, Yorry dikatakan sebagai pihak pembeli, sedangkan Anja adalah pihak penjual.

Setelah itu, pembayaran awal pun dibayarkan sebesar 50 persen atau sejumlah Rp108,9 miliar ke rekening bank DKI milik Anja Runtunewe. Selang beberapa waktu, atas perintah Yorry, dilakukan pembayaran oleh Perumda Pembangunan Sarana Jaya kepada Anja Runtunewe sebesar Rp43,5 miliar.

Dalam hal ini KPK menemukan adanya dugaan perbuatan melawan hukum berkaitan dengan pengadaan tanah di Munjul tersebut. Adapun, perbuatan melawan hukum tersebut meliputi, tidak adanya kajian kelayakan terhadap objek tanah, tidak dilakukannya kajian appraisal dan tanpa didukung kelengkapan persyaratan sesuai dengan peraturan terkait.

Selain itu, beberapa proses dan tahapan pengadaan tanah juga diduga kuat dilakukan tak sesuai SOP serta adanya dokumen yang disusun secara backdate, dan juga adanya kesepakatan harga awal antara pihak Anja Runtunewe dan PT Sarana Jaya sebelum proses negosiasi dilakukan. Perbuatan itu kemudian diduga mengakibatkan kerugian negara sekira Rp152,5 miliar.

Atas perbuatan tersebut, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Hifziyah).

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version