TELENEWS.ID – Singapura merupakan salah satu negara Asia Tenggara yang merupakan negara maju. Berbeda dengan negara Asia Tenggara lain, pendapatan per kapita negara Singapura, pertumbuhan ekonomi, sistem pemerintahan dan sosial merupakan yang terbaik dibandingkan negara lain. Tidak heran negara Singapura tidak pernah diterjang krisis politik dan ekonomi seperti negara Asia Tenggara lainnya.
Namun bukan berarti negara Singapura tidak memiliki masalah. Saat ini sudah sejak tahun 2013, Singapura mengalami resesi seks dan kekurangan warga negara.
Warga negara Singapura memiliki pendapatan cukup tinggi untuk kebutuhan hidup mereka dan keluarga. Namun sebagian besar keluarga kecil di Singapura tidak bersedia memiliki keturunan.
Bahkan, para remaja di Singapura memilih untuk tidak menikah. Dikutip dari Channel News Asia, pada tahun 2020 hanya terdapat 19,430 pernikahan yang terjadi di Singapura. Angka ini turun 12,3% dari tahun 2019 yang masih memiliki angka pernikahan sebanyak 22,165 momen.
Divisi Kependudukan dan Bakat Nasional Singapura, catatan ini merupakan angka terburuk negara sejak tahun 1986. Salah satu penurunan angka ini disebabkan oleh pandemi Covid-19 yang menghantam seluruh dunia selama kurang lebih 2 tahun.
Hal ini menyebabkan semua orang menunda bahkan membatalkan acara pernikahan dan memilih untuk hidup bersama tanpa ikatan pernikahan yang dianggap tidak asing untuk negara Singapura.
Hal buruk lain yang menimpa Singapura adalah berdasarkan riset yang dilakukan pada Juni 2020 lalu, bahwa hanya ada 31,816 kelahiran yang terjadi pada tahun 2020 lalu. Angka ini turun 3,1% dari tahun 2019 sebanyak 32,844 kelahiran.
Penundaan memiliki anak untuk pasangan yang baru menikah atau bahkan pasangan yang memutuskan untuk tidak memiliki anak sudah terjadi di Singapura jauh sebelum adanya pandemi covid-19. Setelah muncul dan meredanya pandemi Covid-19, warga Singapura semakin berantipati dengan memiliki keluarga baru apalagi keturunan.
Banyak faktor yang mempengaruhi warga negara Singapura untuk menolak berkeluarga bahkan memiliki keturunan. Selain menambah biaya hidup dan beban ekonomi keluarga, kehidupan bebas di Singapura sudah menjadikan warga negara Singapura sangat bebas dan tetap bisa melalukan hubungan tanpa harus memiliki ikatan dan beban anak yang diakibatkan ke depan.
Pemerintah Singapura sudah melakukan berbagai cara dan program untuk membujuk warga negaranya untuk memiliki keturunan dan berkeluarga untuk menjaga keutuhan negara. Salah satunya dengan memberikan santunan yang tinggi kepada ibu yang bersedia melahirkan.
Selain itu, santunan tersebut akan menjamin Pendidikan bagi anak tersebut hingga sekolah tingkat menengah atas. Pada tahun 2020 lalu, pemerintah Singapura mengucurkan dana 3,000 Dollar Singapura atau sekitar 31 juta rupiah bagi setiap ibu yang bersedia melahirkan dan memiliki anak.
Pemerintah Singapura bahkan membuat program untuk menarik minat wisatawan dan pekerja asing untuk menjadi warga negara Singapura dan memiliki keluarga di Singapura. Banyak warga India, Indonesia, China yang tinggal dan bekerja di Singapura untuk diberikan segala kemudahan administrasi negara untuk menjadi warga negara Singapura. (Angela Limawan)