TELENEWS.ID – Keberhasilan Tim Nasional Israel U-20 menembus Piala Dunia 2023 menuai pro dan kontra. Pasalnya, Indonesia yang menjadi tuan rumah harus menerima kedatangan Israel sebagai negara peserta. Namun, kedatangan tersebut diprediksi akan memanas, sebab Israel sudah dicap sebagai negara yang paling dibenci oleh mayoritas masyarakat Indonesia.
Tidak perlu dijelaskan secara lebih mendalam mengapa Israel sangat dibenci oleh masyarakat Indonesia. Namun, kejadian ini bukan pertama kalinya terjadi di dunia sepak bola. Urusan politik sebuah negara seringkali dibawa masuk ke dalam lapangan hijau. Padahal, sepakbola adalah olahraga yang menyatukan dan juga menghibur yang seharusnya selama 90 menit pertandingan itu, konflik politik terlupakan sejenak.
EURO 2020: Kompetisi dengan Ketegangan Krimea
Piala Eropa 2020 yang dilaksanakan tahun lalu, sempat memunculkan ketegangan yang bersifat politis. Hal itu dimulai ketika Rusia mengadukan kepada UEFA mengenai jersey dari Timnas Ukraina yang memiliki muatan politis. Federasi Sepakbola Rusia menyoroti masalah peta Ukraina yang menampilkan semenanjung Krimea yang dicaplok oleh Rusia.
“Kami menaruh perhatian pada penggunaan motif politik di jersey tim nasional Ukraina, yang bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar peraturan UEFA,” dikutip dari Politico, Rabu (9/6/2021) yang lalu.
Dalam kaus tersebut juga terdapat kalimat “Jayalah Para Pahlawan” yang menjadi slogan ketika demonstrasi anti Rusia di Kiev pada tahun 2014 tersebut. UEFA kemudian memutuskan bahwa slogan tersebut bermuatan politis dan meminta Ukraina untuk memperbaiki jersey mereka.
Salam Nazi Sebagai Selebrasi Gol
Nazi dikenal sebagai partai dan juga organisasi yang sangat dilarang di Eropa. Siapa saja yang tertangkap menggunakan atribut partai Adolf Hitler tersebut akan berurusan dengan hukum. Namun, kontroversi Nazi ini masih terjadi di sepakbola era modern seperti sekarang ini.
Setidaknya, ada 2 orang pemain Eropa yang melakukan selebrasi gol dengan memberikan salam Nazi. Mereka adalah Giorgis Katidis dan juga Paolo di Canio yang mencuri perhatian penonton 1 stadion penuh.
Apes bagi Giorgis Katidis yang harus menerima hukuman berupa larangan seumur hidup untuk membela Timnas Yunani. Padahal, dirinya berstatus sebagai kapten U-19 Timnas Yunani, namun dalam laga melawan Veria pada tahun 2013, dirinya melakukan selebrasi konyol dengan mengangkat tangan seperti salam Nazi.
Sementara Di Canio, yang mengaku secara terang-terangan sebagai penganut fasisme, dihukum dengan pelarangan 1 pertandingan dan denda sebesar 7.000 Pounds. Sepp Blatter, yang saat itu menjadi Presiden FIFA mengusulkan untuk memberi hukuman larangan bermain bola seumur hidup kepada Paolo Di Canio.
Huru-hara 1998 Menghancurkan Sepakbola Indonesia
Liga Indonesia Musim 1997-1998 harus berhenti di tengah jalan akibat adanya krisis moneter dan juga huru-hara pada tahun 1998. Pertandingan musim 1997/98 tersebut baru dijalankan sebanyak 15 pekan, dan baru dihentikan secara keseluruhan pada tanggal 25 Mei 1998. Persebaya Surabaya, PSMS Medan, dan PSM Makassar saat itu memimpin di masing-masing wilayah Barat, Tengah, dan juga Timur dengan Kurniawan Dwi Yulianto sebagai pencetak gol terbanyak (20 gol).
Imbas dari huru-hara tersebut tidak saja terjadi di pertandingan yang ada di Divisi Utama, namun juga di Divisi 1 dan seterusnya. Arseto Solo, menjadi salah satu tim yang paling menderita akibat adanya konflik politik ini. Klub yang didirikan pada tahun 1978 itu terpaksa harus bubar pada tahun 1998.
Arseto Solo sendiri adalah tim sepak bola yang dimiliki oleh Sigid Harjojudanto, yang juga anak dari Mantan Presiden Soeharto. Klub yang memiliki julukan The Cannon ini menjadi sasaran amukan masyarakat karena pemiliknya adalah anak dari Mantan Presiden Soeharto.
Pertandingan terakhir Arseto Solo adalah ketika menghadapi Pelita Jaya di Divisi Utama. Sepakbola Indonesia sendiri kembali menggeliat pasca kerusuhan pada musim 1998-1999 namun tanpa ada sponsor utama. Saat itulah, pertama kalinya dalam sejarah sepak bola Indonesia, tidak ada sponsor utama di Liga dengan level tertinggi di Indonesia. (Latief)