Home Metropolitan Terjebak Sesak Polusi, Kemana Udara Bersih di Jakarta?

Terjebak Sesak Polusi, Kemana Udara Bersih di Jakarta?

Facebook
Twitter

TELENEWS.ID – Kamis 24 Juni kemarin seharusnya jadwal pembacaan putusan gugatan warga negara (citizen lawsuit) atas pencemaran udara di Jakarta. Namun, sidang pembacaan putusan tersebut kembali ditunda untuk yang kesekian kalinya. Dalihnya, kali ini disebabkan penutupan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus) yang diduga merebaknya kasus Covid-19 di kalangan panitera dan hakim.

Ayu Eza Tiara mewakili Tim Advokasi Koalisi Ibukota dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menyampaikan ini merupakan penundaan yang ketiga. Sebab, sebelumnya pembacaan putusan pernah dijadwalkan pada Kamis 20 Mei 2020 lalu dan Kamis 10 Mei kemarin.

Sebanyak 32 penggugat terkait kasus pencemaran udara di Provinsi DKI Jakarta menyatakan kekecewaannya atas penundaan tersebut yang tidak disertai dengan pemberitahuan resmi kepada para penggugat.

Kendati para penggugat paham alasan penundaan kali ini, namun mereka merasa diabaikan oleh pihak PN Jakarta Pusat sebab hingga hari ini klarifikasi mereka mengenai penundaan agenda sidang tidak dijawab dengan pasti.

diketahui gugatan warga negara atas pencemaran udara Jakarta ini didaftarkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sejak Juli 2019 lalu. Jadi, proses persidangan gugatan ini yang melibatkan 3 kepala daerag, 3 menteri dan Presiden RI sudah berlangsung selama hampir dua tahun dan selalu mandek.

Di sisi lain, kualitas udara kota Jakarta kian hari kian memburuk. Merujuk pada data hasil pantauan KLHK, saat ini kualitas udara di Jakarta dikategorikan tidak sehat bagi kelompok sensitive. Bahkan, konsentrasi PM atau Particular Matter 2.5 semakin meningkat di udara, melampaui ambang batas yang dianggap layak bagi kesehatan manusia.

“Kami hanya ingin menghirup udara yang bersih dan sehat. Semakin lama keputusan ditunda, semakin menipis harapan kita,” tutur salah satu penggugat, Inayah Wulandari pada Kamis (24/6).

Sebelumnya, laporan terbaru dari Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA) menyebutkan bahwa penyumbang emisi yang cukup signifikan terhadap beban polusi udara di DKI Jakarta adalah pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Batubara.

Pencemaran udara lintas batas administrasi menyebabkan Ibukota mendapat sumbangan dari Tangerang, Bogor, Depok, Bekasi, Puncak, dan Cianjur hingga Sumatera Selatan (Sumsel), Lampung, dan Jawa Tengah (Jateng). Sehingga, memperburuk dan menghambat upaya perbaikan kualitas udara di kawasan tersebut.

Masih berdasarkan temuan dari CREA, di sepanjang tahun 2018 kualitas udara di Jakarta tidak sehat bahkan kian memburuk setahun kemudian bahkan tak kunjung membaik meski Covid-19 telah mengurangi aktivitas perkotaan secara besar-besaran.

Sementara itu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengakui kualitas udara di Jakarta berbeda dari ibu kota di negara lain. Namun, menurut Anies, kualitas udara di Jakarta tidak jauh berbeda dengan yang terjadi di kota-kota lain Indonesia.

Karenanya, Anies meminta masyarakat untuk mengumpulkan informasi komprehensif sebelum memberikan penilaian. Terutama data dari AirVisual yang dianggap kurang valid dan kurang mewakili Jakarta. Anies juga menambahkan, kualitas udara di Jakarta akan membaik seiring datangnya musim hujan.

Sebab dan Akibatnya Apa?

Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jakarta Nur Hidayati mengatakan pemicu utama buruknya kualitas udara di Jakarta tak hanya berasal dari aktivitas di Ibu Kota, tetapi juga dari aktivitas industri di kota-kota penyangga. Pencemarannya sudah menyangkut lintas batas.

industri yang paling dominan menyumbang polutan ke Jakarta menurut Nur adalah industri pembangkit listrik tenaga batubara, bahan bakar fosil dan juga pembakaran sampah. Selain itu, industri kendaraan bermotor juga ikut menyumbang polutan yang paling massif. Sebab pemerintah tidak pernah membatasi jumlah peredaran kendaraan secara tegas.

Sementara itu, Bondan Ariyanu selaku juru kampanye iklim dan energy Greenpeace Indonesia mengungkapkan bahwa berdasarkan hasil kajian pada tahun 2012 terkait inventarisasi emisi udara, kendaraan bermotor, kereta api, serta pesawat telah menyumbang kontribusi polutan di Indonesia hingga 46%. Kemudian sekitar 28% dari sektor industri sisanya open waste burning atau pembakaran limbah terbuka yang menyumbang polusi sekitar 5%

Bondan mengkritik pemerintah yang acap kali lamban merevisi peraturan baku mutu udara ambien (BMUA) padahal hal tersebut berguna untuk pencegahan pencemaran udara. Sejak 1999, menurut Bondan, aturan BMUA tak pernah direvisi. Sehingga, sudah tak layak lagi dijadikan acuan kualitas udara di Indonesia.

Bonda mengatakan, lebih lanjut paparan polusi bisa meningkatkan risiko berbagai penyakit di kemudian hari seperti kanker paru-paru, strok, infeksi saluran pernapasan akut dan gejala asma. Bahkan bisa meningkatkan risiko kematian dini sebab senyawa berbahaya yang terkandung di dalam polusi.

Hasil riset mengungkapkan, sebanyak 58,3% atau nyaris enam juta warga Jakarta terkena penyakit yang berkorelasi dengan pencemaran udara. Dari total jumlah itu, penyakit infeksi saluran pernapasan akut menjadi penyumbang terbesar, dengan laporan 2,7 juta dan 1,4 juta kasus.

Jumlah penderita infeksi saluran pernapasan akut itu, bila dibandingkan penelitian pada 2010, meningkat signifikan. Pada 2010, warga Jakarta yang mengidap infeksi saluran pernapasan akut dan asma sebanyak 2,4 juta dan 1,2 juta orang.

Membina Kesadaran Warga

Terkait darurat polusi udara di Jakarta, Nirwono Joga selaku pengamat perkotaan sekaligus peneliti di Pusat Studi Perkotaan menekankan bahwa kategori kota yang sehat dan ramah bagi warganya adalah kota yang sehat secara ekologis.

Menurut Nirwono, setiap kota juga harus mampu menjaga keseimbangan antara keberhasilan pembangunan yang berkelanjutan dengan kesejahteraan sosial budaya, kemakmuran warga dan kelestarian alam.

Terutama diperkuat dengan kesehatan dan kualitas hidup penghuni kota yang meliputi semua makhluk hidup yang harus dijaga keberlanjutan ekosistemnya atau sumber daya alamnya.

Lebih lanjut ia memaparkan bahwa skala ekologis lain yang perlu diwujudkan adalah memperbanyak ruang terbuka hijau, menyediakan pertanian kota serta menyediakan lingkungan dengan pasokan air bersih yang cukup, tempat kerja atau hunian yang sehat serta pelayanan dan perlindungan pemerintah terhadap bencana yang memadai. Semua ini harus terintegrasi secara baik.

menurut Nirwono, metabolism industri ramah lingkungan juga penting jadi perhatian. Hal ini hanya bisa diwujudkan dengan konservasi sumber daya alam dan perlindungan lingkungan melalui industri transisi, penggunaan material bekas, siklus produksi, energi terbarukan dan transportasi yang efisien.

Sementara di sisi warganya, perlu dibangun pula kesadaran dan pemahaman ekologis yang kokoh.

“Agar warga memahami alam lingkungan sekitarnya, identitas budaya dan tanggung jawab terhadap lingkungan, hingga akhirnya tergerak untuk turut serta berkontribusi meningkatkan kualitas ekosistem perkotaan,” tuturnya dalam keterangan tertulis, Kamis (24/6)

Sementara itu, Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) Iskandar Abubakar pun menggarisbawahi pentingnya upaya membangun kesadaran warga. Namun lebih spesifik, ia menyoroti kesadaran warga beralih ke transportasi massal.

Pemerintah menurutnya harus membantu warga melepaskan kebiasaan lamanya sampai beralih ke transportasi massal dengan pendekatan manajemen permintaan transportasi.

Pendekatan manajemen permintaan transportasi yang dimaksud Iskandar adalah dengan menerapkan berbagai aturan yang membatasi pergerakan lalu lintas, seperti sistem jalan berbayar elektronik, perluasan kawasan ganjil genap, zonasi tarif parkir tinggi, pembatasan ruang parkir, dan penetapan kuota kendaraan bermotor.

di samping itu, Iskandar juga mendorong agar diterapkannya aturan Pasal 201 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dimana Pasal 210 menyebut bahwa setiap kendaraan bermotor yang beroperasi di jalan wajib memenuhi persyaratan ambang batas emisi gas buang dan tingkat kebisingan

Uji emisi gas buang yang selama ini dilakukan menurut Iskandar, sekadar ditujukan bagi kendaraan umum. Padahal, justru jumlah kendaraan pribadi jauh lebih banyak. Selanjutnya bisa mulai sedikit demi sedikit mengenalkan kendaraan dengan energi baru dan terbarukan.

Terakhir, kata Iskandar, yang paling penting menjadi perhatian adalah mengurangi polusi bahan bakar. Iskandar mengimbau agar tak lagi menggunakan bahan bakar berkualitas rendah, seperti premium, pertalite, dan solar. Lantas, beralih ke bahan bakar berkualitas tinggi setara euro-4.

Selain itu, ia menambahkan, untuk angkutan umum dan kendaraan operasional Pemprov DKI Jakarta, seharusnya sudah bisa memperketat penerapan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2014 tentang Transportasi.

Di dalam Pasal 53 ayat 1 Perda Nomor 5 Tahun 2014 disebutkan, setiap kendaraan bermotor umum dan kendaraan dinas operasional pemerintah dan/atau pemerintah daerah wajib menggunakan bahan bakar ramah lingkungan. Pasal 53 ayat 1 tertera, bahan bakar ramah lingkungan dapat berupa bahan bakar gas, listrik, hibrida, biofuel, atau bahan bakar minyak berstandar paling sedikit euro-3. (Uswatun)

Facebook
Twitter

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Yoyic Dairy Indonesia

Most Popular

Startup Indonesia Lakukan PHK Besar, Ada Apa?

TELENEWS.ID – Beberapa hari lalu, perusahaan startup Indonesia seperti LinkAja, Zenius, SiCepat, dan JD.ID melakukan pemutusan hubungan kerja kepada sejumlah karyawannya. Hal...

Elon Musk Batal Bangun Pabrik Tesla di India, Peluang Indonesia Semakin Besar

TELENEWS.ID – Dikutip dari India Times dan ABP Live, Elon Musk memutuskan untuk tidak berinvestasi di India dalam membangun pabrik mobil Tesla...

Ibukota Akan Pindah, Bagaimana Pertahanan Udaranya?

TELENEWS.ID - Pemindahan Ibukota negara ke Penajam, Paser Utara, Kalimantan Timur harus dibarengi dengan pertahanan udara yang maksimal. Karena, posisi Ibukota tersebut...

Pemprov DKI Mengandalkan SPAM untuk Mengatasi Akses Air Bersih

TELENEWS.ID - Untuk mengatasi masalah banjir dan juga menanggulangi masalah air bersih di DKI Jakarta, Pemprov DKI Jakarta mendapatkan kucuran dana dari...