TELENEWS.ID – Dalam sidang senat terbuka yang digelar pada Jumat (11/6) nanti, Universitas Pertahanan (Unhan) akan menganugerahi gelar Profesor Kehormatan dengan status Guru Besar Tidak Tetap untuk Megawati Soekarnoputri selaku mantan Presiden kelima Republik Indonesia tersebut.
Gelar profesor ini diberikan di tengah pembicaraan publik tentang kontestasi Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 nanti yang mulai menghangat. Terutama menyoal isu duet lawas antara Megawati dengan Menteri Pertahanan yakni Prabowo Subianto.
Menanggapi hal tersebut, Ujang Komaruddin selaku Pengamat Politik Universitas Al Azhar Indonesia menyebut terdapat motif politik di balik pemberian gelar profesor kehormatan kepada Megawati tersebut. Ia sangsi terhadap pemberian gelar tersebut dilakukan karena tujuan akademis semata.
“Tidak ada makan siang yang gratis di politik itu. Semua itu ada kalkulasi dan hitung-hitungannya agar Prabowo punya jasa terhadap Megawati,” katanya ketika dihubungi, Rabu (9/6) malam.
Gelar profesor yang dipakai Prabowo dinilai Ujang untuk kepentingan kontestasi Pemilu 2024. Untuk itu dia mengaku memahami keresahan sejumlah akademisi yang mempertanyakan alasan mengapa Megawati diberikan gelar kehormatan itu lantaran gelar kehormatan bukan perkara mudah untuk diraih.
Hal inilah yang membuat warga dan para akademisi marah karena dianggap sebagai fenomena ketidakadilan dalam dunia akademis.
Di sisi lain, dirinya pesimistis dengan wacana duet Megawati-Prabowo. Pangkalnya, duet tersebut takkan dilirik pemilih muda di Indonesia, yang diprediksi mencapai 60%.
Megawati-Prabowo sendiri pernah berduet dalam Pilpres tahun 2009 silam, namun keduanya kalah suara dari pasangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Jusuf Kalla (JK)
“Kalau pasangannya Mega-Prabowo, saya yakin, itu enggak laku. Lawan politiknya pun akan mudah mengalahkan,” katanya.
Walaupun nama Prabowo kerap masuk dalam daftar calon presiden (capres) dengan elektabilitas yang tinggi, namun Ujang menilai jika itu semata-mata karena ketua umum dari Partai Gerindra tersebut sudah lekat di hati publik sehingga mudah dikenali. Adapun kontestasi Pilpres 2024 nanti akan menjadi pertaruhan keempat bagi Prabowo jika kembali maju baik sebagai capres maupun cawapres.
Menurut Ujang, dirinya sebagai seorang pengamat pun memprediksi Mega-Prabowo akan mudah dikalahkan. Sebenarnya, nama Mega-Prabowo disebut bukan karena terkait kinerjanya, tapi karena masih diingat publik saja karena sudah melekat.
Sementara itu, Anggota Komisi X DPR, Ledia Hanifa Amaliah, enggan berkomentar banyak tentang gelar profesor kehormatan yang bakal diterima Megawati dari Unhan. Dirinya juga enggan mengomentari apakah jabatan ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini sebagai Ketua Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) karena motif politik.
“Mestinya ditanya sama yang ngasihlah,” ujar Ledia kepada menolak memberi keterangan lebih lanjut pada kesempatan terpisah.
Sedangkan menurut Politikus PDI Perjuangan, Tjahjo Kumolo mengatakan tidak mau berandai-andai terkait calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang bakal diusung partainya. Termasuk kemungkinan menduetkan lagi pasangan lawas Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto. (Uswatun)