Home Metropolitan Urban Renewal Ala Anies Baswedan, Perlukah?

Urban Renewal Ala Anies Baswedan, Perlukah?

Facebook
Twitter

TELENEWS.ID – Dalam penataan hunian, Anies Baswedan sebagai Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022 mengenalkan pendekatan baru yang dikenal sebagai konsep urban renewal. Konsep ini digambarkan Anies sebagai antitesa atas seringnya upaya penggusuran dan pemindahan warga ke daerah atau rumah susun di pinggiran Jakarta yang dilakukan oleh gubernur periode sebelumnya.

Anies menganggap urban renewal sebagai konsep yang lebih humanis dengan tidak merelokasi warga ke tempat yang jauh. Diksi yang dipakai Anies adalah “menggeser”, bukannya “menggusur”.

Konsep urban renewal pertama kali muncul di Amerika Serikat. Dalam praktik implementasinya, warga yang dipindahkan dari permukiman kumuh di pusat-pusat kota adalah orang-orang kulit hitam dan hispanik untuk kemudian digantikan dengan perumahan yang cukup elite dan dihuni oleh orang-orang kulit putih, tidak mengherankan jika konsep tersebut sering dianggap sebagai konsep yang sangat rasial. James Baldwin di tahun 1963 bahkan menyebutnya “negro removal”

Berbeda dari Amerika Sserikat, Jakarta tidak memiliki kantong-kantong permukiman kumuh yang identik dengan ras tertentu. Wilayah yang didominasi etnis Tionghoa seperti di kawasan Pecinan, Glodok, Jakarta Barat misalnya, jauh dari kesan sebagai permukiman bagi kelompok warga miskin. Namun, meskipun demikian gagasan urban renewal yang dikemukakan Anies pada saat kampanye pemilihan gubernur Jakarta 2017 lalu harus tetap diberi perhatian serius.

Kawasan-kawasan kumuh di Jakarta boleh jadi tidak merefleksikan problem rasisme tapi ia tetap saja merupakan problem ketimpangan kelas sosial. Kalau implementasi kebijakan “pembaharuan kawasan urban” yang dimaksud oleh Anies adalah mengubah kawasan-kawasan tersebut menjadi areal-areal bisnis, pelayanan publik dan pemukiman kelas atas (Seperti apartemen mewah) yang mutlak harus segera dipersoalkan adalah lantas kemana warga penghuni sebelumnya dipindahkan?

Jika mereka dipindahkan ke tempat lain, bukankah itu justru bertolak belakang dengan janji-janji politiknya yang tidak akan pernah menggusur warga? Namun jika tidak dilakukan penggusuran, lantas apa yang akan dilakukan agar warga tetap bisa berada di kawasan yang sudah mengalami transformasi ruang dan sosial tersebut?

Lantas apakah program urban renewal ala Anies itu bisa menjawab persoalan kelangkaan hunian di pusat kota, besarnya jarak antara pemukiman pekerja dengan lokasi kerja dan aktivitas-aktivitas lainnya serta kemacetan lalu lintas di jalanan Jakarta yang kian hari kian bertambah parah?

Seperti halnya janji politik Anies yang lain, sejauh ini publik belum terlihat langkah konkret pemerintah DKI mengimplementasikan kebijakan urban renewal tadi. Tapi jika melihat salah satu contoh pemenuhan janji politik Anies dalam hal permukiman seperti kasus pembangunan rumah dengan uang muka Rp 0 rupiah misalnya, di samping banyak hal yang tidak sesuai dengan apa yang semula dijanjikan, lokasi pembangunan rumah-rumah susunnya pun berada pada jarak yang cukup jauh dari pusat kerja dan aktivitas warga.

Populi Center telah melakukan jajak pendapat pada dua tahun pemerintahan Anies Baswedan yang menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Jakarta cenderung tidak puas dengan ‘Rumah DP 0 Rupiah’. Sebanyak 43,2 persen masyarakat Jakarta menjawab tidak puas terhadap program tersebut, sedangkan yang menyatakan puas jumlahnya lebih rendah yakni 37,8 persen dan sisanya sejumlah 19,0 persen memilih untuk tidak menjawab.

Mayoritas responden survei tersebut menunjuk program ‘Rumah DP 0 Rupiah’ sebagai program yang tidak dirasakan manfaatnya dibandingkan dengan program lainnya. Kondisi tersebut dapat dimaknai bahwa upaya pemenuhan hunian yang dilakukan oleh pemerintahan Anies tidak cukup memberikan harapan bagi warga Jakarta setidaknya terkait hunian yang terjangkau.

Adapun program yang mendapatkan respon rendah dari masyarakat adalah program KJP atau Kartu Jakarta Pintar yang menurut masyarakat, realisasi dari KJP masih rancu dan salah sasaran.

Sebenarnya, upaya penataan permukiman tempat dilakukan sejak era Gubernur Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Kampung deret sempat menjadi opsi pemenuhan hunian rakyat di tengah keterbatasan lahan di Jakarta. Beberapa di antaranya sempat akan dibangun di Tanah Tinggi dan Petogogan pada era Jokowi.

Akan tetapi, di era kepemimpinan Ahok, kebijakan tersebut dievaluasi dan tidak dilanjutkan atas dasar terbatasnya lahan negara yang dapat digunakan untuk membangun kampung deret.

Ahok juga bersikukuh dengan tidak ingin membangun kampung deret di lahan negara yang letaknya berada di jalur hijau. Sehingga Ahok lebih memilih untuk memfokuskan penataan permukiman dan pembangunan perumahan dengan mendirikan rumah susun.

Setidaknya proses pemenuhan hunian yang dilakukan tidak semakin memperparah kondisi penggunaan lahan yang semestinya sesuai dengan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Peraturan Zonasi (PZ) yang berlaku.

Fakta berlawanan terjadi di era Anies Baswedan. Urban renewal tidak hanya jauh dari kata konkret, akan tetapi pada beberapa kasus, proses penataan kampung yang dilakukan berpotensi menyalahi regulasi tentang RDTR dan PZ seperti halnya yang terjadi di kampung akuarium.

Narasi kebijakan mengenai perumahan rakyat di Jakarta pada era Anies Baswedan lebih berdiri di atas kepentingan elektoral. Seperti halnya adanya kontrak politik dengan warga kampung akuarium dan program rumah dengan uang muka Rp0 rupiah yang selalu digembar gemborkan saat kampanye.

Dalam RPJMD DKI Jakarta tahun 2017-2022, menyebutkan bahwa ada beberapa kategori dalam prioritas penyediaan rumah layak huni berdasarkan besaran penghasilan. Masyarakat berpenghasilan di bawah Rp4 juta per bulan, prioritas penyediaan hunian berupa Rumah Susun Sederhana Sewa atau Rusunawa.

Masyarakat yang berpenghasilan antara Rp4 juta hingga Rp7 juta per bulan mendapat prioritas penyediaan rumah susun sederhana milik atau rusunami melalui skema pendanaan uang muka nol rupiah

Sementara masyarakat yang berpenghasilan diatas Rp7 juta per bulan penyediaan hunian diserahkan pada mekanisme pasar.

Terkait dengan kebijakan rumah dengan uang muka nol rupiah, pembangunan hunian tersebut baru dimulai pada akhir satu tahun pertama kepemimpinan Anies di Jakarta. Berlokasi di Klapa Village, Jakarta Timur yang oleh P.D. Sarana Jaya dibangun sejumlah 4 tower hunian.

Namun, sampai saat ini masih belum terlihat langkah konkret pemerintah DKI memenuhi kebutuhan hunian untuk menekan angka kemacetan dan ledakan penduduk di Jakarta. Hunian masih belum dianggap penting sebagai cara pandang baru menyelesaikan persoalan tersebut.

Padahal daripada membuat narasi yang tampaknya tidak begitu dipahami oleh publik, seperti tentang urban renewal itu, menjadikan hunian sebagai cara menyelesaikan kemacetan dan kesesakan jauh lebih menantang paling tidak untuk dipromosikan pada level naratif.

Tidak menutup kemungkinan Jakarta menjadi kota yang compact jika masalah hunian dan kemacetan dapat diatasi. Bukan hal yang mustahil jika di dalam sebuah kawasan hunian, terintegrasi kantor layanan pemerintahan, stasiun moda transportasi berbasis rel, halte bis, pusat perbelanjaan, pasar, sekolah, dan lain sebagainya yang bisa dijangkau dengan mudah.

Jika urusan pemenuhan hunian dapat diintervensi melalui kebijakan yang tepat, maka cukup besar dari penyebab persoalan kemacetan yang jadi problem nomor wahid selain banjir di Jakarta akan lebih mudah diatasi. Fokus pada aspek transportasi, rekayasa lalu lintas dan tata ruang hunian secara efektif ini akan memenuhi kebutuhan mobilitas kaum urban yang memilih bermukim di Jakarta. (Uswatun)

Facebook
Twitter

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Yoyic Dairy Indonesia

Most Popular

Berkaca Pada Celine Evangelista, Begini Cara Menciptakan Hubungan yang Sehat dengan Ibu

TELENEWS.ID - Hubungan Celine Evangelita dengan ibundanya, Vicentia Nurul kembali memanas. Belum lama ini Vicentia membongkar aib Celine, terkait kandasnya rumah tangga...

Jakarta International Stadium: Mega Proyek yang Dilalui 5 Orang Gubernur DKI

TELENEWS.ID - Jakarta International Stadium atau JIS adalah salah satu mega proyek Indonesia yang menyimpan banyak makna. Tidak hanya sarat dengan capital...

Jangan Panik, Ini Tips untuk Mengatasi Anak-anak yang Tidak Suka Makan Sayur dan Buah

TELENEWS.ID - Anak-anak memang tidak begitu menyukai buah dan sayuran. Padahal kedua jenis makanan itu merupakan sumber serat yang baik bagi kesehatan...

Rachmat Gobel Diisukan Jadi Menteri Pertanian?

TELENEWS.ID - Nama Rachmat Gobel belakang santer diisukan akan menjadi jajaran kabinet Presiden Jokowi. Rumor tersebut adalah pertimbangan dari beberapa pengamat politik...