TELENEWS.ID – Mantan Menteri Sosial Juliari Batubara akhirnya dijatuhi vonis hukuman 12 tahun penjara dan ditambah denda Rp. 500 juta atas kasus korupsi dana bansos yang dia lakukan. Juliari menilap dana bantuan sebesar Rp. 10 ribu rupiah untuk setiap paket yang sedianya ditujukan kepada raskin selama masa pandemi ini dengan dana total mencapai Rp. 32 Miliar.
Juliari memang belum menikmati hasil tilapannya tersebut dan dia baru menikmati total dana Rp. 15 Miliar. Jaksa menuntut dirinya supaya mengembalikan dana Rp. 14,5 Miliar yang ada di luar dari denda hukumannya. Dengan demikian dari dana yang dikorupsi sebesar Rp. 32 Miliar tersebut, Juliari hanya mendapat vonis 12 tahun penjara.
Berbicara mengenai hukuman, sebenarnya Rp. 32 Miliar untuk 12 tahun bukanlah sebuah solusi yang tepat. Apalagi jika hukumannya hanya dari balik jeruji besi saja, dan masih ada kemungkinan untuk mendapatkan remisi. Masyarakat mungkin masih ingat mengenai kasus Setya Novanto yang ternyata memiliki jeruji besi mewah, atau seperti tahanan lainnya yang bisa keluar masuk penjara dengan bebas.
Publik masih menunggu tindak nyata KPK yang pernah menyebut bahwa siapa saja yang melakukan korupsi dana bansos ini akan dihukum mati. Namun pada kenyataannya, di masa sulit ini KPK masih memberikan keringanan hukuman kepada pelaku korupsi dengan dalih mendapatkan cacian dari dunia maya.
Belum lagi dari si pelaku yang sama sekali tidak merasa bersalah dan masih membela dirinya dengan menganggap dirinya sebagai sosok seorang ayah yang masih dibutuhkan oleh sang anak. Meskipun dirinya mengaku sudah menyesali perbuatannya, namun dampak yang terjadi atas perbuatannya tersebut sangatlah besar dan langsung dirasakan oleh masyarakat.
Akankah hukuman mati bagi koruptor di masa pandemi ini menjadi salah satu gebrakan KPK dalam komitmennya memberantas korupsi di Indonesia? Ataukah hanya sebagai Lip Service saja yang bisa mengangkat pamor para pimpinan dan juga tokoh KPK di dalamnya untuk mendapatkan perhatian dari publik? (Latief)