TELENEWS id, JAKARTA – Menjelang pelaksanaan Pilkada serentak yang akan digelar pada Desember 2020 mendatang, Pimpinan Pusat Wanita Syarikat Islam melaksanakan diskusi secara daring (webinar) bertema Pilkada serentak 2020 ditengah pandemi. Acara tersebut dilaksanakan pada Minggu, 8 Agustus 2020.
Adapun tujuan dari dilaksanakannya webinar ini ialah untuk menciptakan Pilkada yang berintegritas di tengah Pandemi Covid 19. Narasumber dalam webinar ini antara lain Viryan Komisioner KPU RI, Ratna Dewi Pettalolo Anggota Bawaslu RI, Misna M Attas KPU Provinsi Sulawesi Selatan dan Titi Anggraini Direktur Eksekutif Perludem.
Ketua Umum PP Wanita Syarikat Islam, Prof. Dr. Valina Singka Subekti,M.Si dalam sambutannya mengatakan bahwa diselenggarakannya Pilkada bertujuan untuk mendapatkan pemimpin yang dapat menyegerakan kualitas kehidupan masyarakat di daerah. Namun, kondisi Pilkada kali ini berbeda dengan Pilkada sebelumnya, situasi dan kondisi yang tidak mendukung menjadi tantangan tersendiri bagi penyelenggara Pemilu untuk menyelenggarakan Pilkada yang berintegritas.
“Saat ini, kita memasuki tahapan pencalonan dalam Pilkada, disisi lain kita berada dalam situasi yang tidak mendukung, persebaran Covid 19 semakin meningkat sedangkan protokol kesehatan semakin longgar. Peran WSI adalah untuk mengedukasi masyarakat dengan tetap mematuhi protokol kesehatan,” Jelas Guru Besar Ilmu Politik Universitas Indonesia tersebut.
Dalam paparannya, Komisioner KPU RI Viryan mengatakan bahwa penerapan protokol kesehatan dalam pelaksanaan Pilkada serentak menjadi salah satu concern utama. Hal tersebut dapat dilihat dari meningkatnya anggaran Pilkada sebanyak 4 Triliun Rupiah yang sebagian besar kegunaannya dialokasikan untuk membeli Alat Perlindungan Diri (APD).
Selain itu, dalam tahapan pemilihan, KPU juga telah mengatur jadwal kedatangan Pemilih ke TPS, demi menghindari kerumunan masa. Petugas penyelenggara pun dipilih berdasarkan usia, yakni di bawah 50 tahun, demi menjaga kesehatan mereka.
Sementara itu, anggota Bawaslu RI Ratna Dewi Pettalolo menyebutkan bahwa setidaknya terdapat empat titik rawan pelanggaran Pilkada di masa Pandemi Covid 19, yakni Resiko kesehatan, penyalahgunaan dana bantuan sosial bagi calon incumbent, partisipasi politik masyarakat yang akan menurun di masa pandemi serta praktik politik uang.
“Hingga saat ini kami (Bawaslu RI) memproses 792 kasus hukum, paling tinggi adalah kasus administrasi, kemudian proses verifikasi calon dan COKLIT,” terang Ratna.
Kondisi berbeda dialami oleh penyelenggara pemilu di Sulawesi Selatan. Seperti yang dijelaskan oleh Misna M Attas, selain situasi Covid 19, KPU Sulawesi Selatan juga dilanda masalah banjir yang melanda sebagian besar wilayah provinsi tersebut. Akibatnya, banyak warga yang terpaksa harus mengunsi kondisi tersebut menyulitkan petugas penyelenggara untuk memberikan kartu pemilih dan mencocokkan data.
Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini juga menjelaskan terkait dampak pandemi virus Covid 19 terhadap Penyelenggaraan Pemilu antara lain menurunnya partisipasi masyarakat, keterbatasan akses bagi kelompok marginal serta legitimasi dari hasil Pilkada karena rendahnya angka partisisipasi dan kondisi darurat.
Sedangkan kualitas dan integritas Pilkada di tengah Pandemi menurut Titi, ditentukan oleh beberapa hal antara lain kualitas regulasi, kapasitas penyelenggara, peserta dan pemilih yang terlibat, penegakan hukum dan kepatuhan pada protokol kesehatan.
“Sukses atau tidaknya pilkada dapat dilihat dari protokol kesehatan yang dijalankan, tidak hanya oleh penyelenggara tetapi juga oleh peserta dan pemilih,” tutup (TN).