TELENEWS.ID – Mulyanto, anggota Komisi VII DPR DI menyatakan penolakannya terhadap keputusan yang menetapkan pembentukan Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang akan dijabat ex-officio oleh Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Megawati Soekarnoputri.
Mulyanto mengaku ikut merasakan kegelisahan para pihak terkait wacana politisasi bidang riset teknologi ini. Sebagai mantan peneliti, Mulyanto menyarankan sebaiknya lembaga litbang serupa BRIN ini tidak dipolitisasi, mengingat BRIN adalah lembaga ilmiah yang harus bekerja dengan dasar-dasar ilmiah objektif, rasional dengan indikator outcome yang terukur, tidak seharusnya BRIN dibebani dengan tugas-tugas ideologis.
Pembentukan Dewan Pengarah ini dinilai tidak tepat oleh politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut. Alasannya, tidak ada dasar hukum posisi dewan pengarah dalam struktur organisasi BRIN termasuk dalam UU Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Iptek (Sisnas Iptek).
“Memang ada dalam RUU HIP. Tapi ini kan baru RUU dan itupun sudah didrop dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas),” jelas Mulyanto dalam keterangan tertulisnya, Senin (3/5)
Dalam Perpres No. 74/2019 tentang Kepres No. 103/2001 tentang Lembaga Pemerintah Non Departemen, Mulyanto menambahkan bahwa dalam struktur organisasi yang ada hanya terdiri dari Kepala Sekretaris Utama, Deputi, dan Unit Pengawasan. Sementara dalam struktur organisasi lembaga pemerintah non kementerian atau LPNK, tidak dikenal jabatan “Dewan Pengarah”
Mulyanto menegaskan, secara substansial BRIN tidak membutuhkan Dewan Pengarah dalam mengemban tugasnya, apalagi yang bersifat ideologis dari BPIP.
Ia secara pribadi menyatakan tidak setuju jika BRIN memiliki dewan pengarah yang berasal dari BPIP.
“Logikanya kurang masuk akal. Kalau dicari-cari mungkin saja ada hubungan antara haluan ideologi Pancasila dengan riset dan inovasi. Namun hubungan itu terlalu mengada-ada dan memaksakan diri,” kata Sesmen Kemenristek era Presiden SBY ini.
Sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2019 tentang Sisnas Iptek, menurut dia tugas BRIN yang ada saat ini sudah terlampau berat. BRIN melaksanakan penelitian, pengembangan, pengkajian dan penerapan (litbangjirap) iptek yang terintegrasi dari invensi sampai inovasi.
Maka dari itu, Mulyanto meminta kepada pemerintah untuk memperjelas bentuk organisasi dari BRIN sendiri. Apakah akan dikategorikan LPNK ataukah LNS. Sebab, dalam Perpres No. 74/2019
Mulyanto minta Pemerintah segera memperjelas bentuk organisasi BRIN, apakah akan dikategorikan sebagai LPNK atau LNS. Karena di dalam Perpres No. 74/2019 tentang BRIN tidak secara eksplisit disebutkan BRIN sebagai LPNK.
Hal ini tentunya berbeda dengan BPPT, BATAN, LAPAN, LIPI, dan lainnya yang disebutkan secara definitif dalam Perpres pembentukannya. Sesuai undang-undang, di Indonesia hanya dikenal tiga bentuk lembaga pemerintahan yakni Lembaga Pemerintah Non-Kementerian (LPNK), Lembaga Non Struktural (LNS) dan Lembaga Pemerintah Kementerian (LPK).
Jika BRIN diarahkan menjadi Lembaga Non Struktur, maka sangat disayangkan karena akan mengkerdilkan lembaga riset dan teknologi nasional setelah sebelumnya Kemenristek dilebur ke dalam Kemendikbud.
“Kalau BRIN ditegaskan sebagai LPNK, maka Kepala BRIN adalah Jabatan Pimpinan Tingkat Utama (JPTU), yang harus ditetapkan mengikuti mekanisme open bidding. Namun sayangnya kemarin langsung ditunjuk dan dilantik oleh Presiden tanpa melalui proses open bidding,” pungkas Mulyanto. (Uswatun)