Home Nasional Jejak Preman pada Masa Orde Baru

Jejak Preman pada Masa Orde Baru

Facebook
Twitter

TELENEWS.ID – Masyarakat mungkin masih ingat dengan aksi Rosario de Marshal alias Hercules, pria asal Dili Timor-Timur tersebut terjerat aksi premanisme dimana dia diduga menjadi otak yang memerintahkan puluhan preman untuk menguasai lahan dan memeras penghuni rumah toko milik PT Nila Alam di Kalideres, Jakarta Barat.

Pria yang dikenal publik sebagai bos preman ini memiliki rekam jejak yang panjang, dalam buku Rahasia di Balik Layar Kick Andy, menurut Agus Pramono nama Hercules berasal dari sandi di radio komunikasi kala operasi militer di Timor-Timur pada medio 1970-an. Dan Hercules mulai masuk ke Tanah Abang pada tahun 1987 an. Di tempat inilah Hercules mulai dikenal hampir setiap hari saat ada terjadi pertikaian antargeng.

Preman dan organisasinya

Dalam buku Preman-Preman Jakarta, yang ditulis Maruli Simanjuntak, istilah preman pertama kali dikenal di Medan, Sumut, pada masa kolonial. Kata preman berasal dari Bahasa belanda Vrije Man (lelaki bebas). Istilah ini dahulu mengacu pada kaum lelaki yang menolak bekerja di perkebunan Belanda.

Namun, stigma kriminalitas melekat pada konotasi preman pada tahun 1978. Kata preman berkonotasi yang kriminal itu menurut Jerome Tadie dalam buku Wilayah Kekerasan di Jakarta ditemukan dalam novel legendaris Ali Topan, Detektif Partikelir karya Teguh Esha.

“Pada 1979, sebuah organisasi yang hanya merekrut preman atau mantan narapidana, mengkhususkan diri pada bidang ‘keamanan’ didirikan dengan nama Preman Sadar atau Prems,” tulis Tadié dalam bukunya Wilayah Kekerasan di Jakarta.

Ia mencatat selama masa rezim Orde Baru, telah ada sekitar 60 geng pemuda berdiri. Geng tersebut terdiri dari anak-anak muda yang nongkrong di perempatan jalan hingga anak kompleks militer yang menenteng pistol milik ayahnya.

Pada periode 1970-an, kehidupan jalanan semakin riuh. Muncul sejumlah organisasi “kemasyarakatan” preman yang mulai dibentuk. Organisasi ini memiliki tujuan mempekerjakan mantan narapidana secara resmi, preman jenis apapun dengan tujuan mereka kembali menjadi anggota masyarakat dan memiliki pekerjaan.

Muhammad Fauzi ketika dihubungi mengatakan jika organisasi bagi preman tak hanya memudahkan pemimpin mengendalikan kekuasaannya dalam ruang lingkup tertentu, mengontrol sumber ekonomi di dalamnya, tapi juga dimanfaatkan untuk tujuan politik dalam sebuah ruang yang menjadi wilayah dan jangkauan kekuasaannya.

Ia menambahkan, organisasi bagi preman tak hanya memudahkan pemimpin mengendalikan kekuasaannya dalam ruang lingkup tertentu, serta mengontrol sumber-sumber ekonomi di dalamnya, tapi juga dimanfaatkan untuk tujuan politik, dalam sebuah ruang yang menjadi wilayah dan jangkauan kekuasaannya.

Organisasi menurut Magister Jurusan Sejarah UI ini, juga dibutuhkan untuk menunjukkan keberadaan preman sebagai sebuah kelompok yang perlu dilihat, diperhitungkan, atau disegani. Organisasi tentunya dapat menjadi pertimbangan pula dalam suatu negosiasi dengan pihak lain.

Organisasi preman tersebut menguasai wilayah tertentu di sebuah kota, misalnya daerah Blok M Jakarta Selatan ada organisasi preman terkenal yakni Legos yang dibentuk pada 1960-an.

Salah satu pemimpin Legos yang disegani ini bernama Suhas, anak seorang diplomat yang pernah bertugas di Pakistan. Memang, sebagian besar anggota organisasi ini merupakan anak-anak pejabat yang berdomisili di Jakarta Selatan tepatnya Kebayoran Baru.

Kegiatannya berupa pemalakan dan pengutipan uang jasa keamanan dari toko-toko di Blok M. Selain itu di Blok M ada kelompok preman Flores. Anggotanya 70% berasal dari Flores, dan kerap berkerumun di Bar LM, yang ada di Jalan Melawai Raya, Jakarta Selatan.

Organisasi preman ini juga ada yang bersentuhan dengan kekuasaan, salah satunya adalah Yayasan Bina Kemanusiaan yang dibentuk pada 1981 beranggotakan orang Makassar. Diketahui Yayasan Bina Kemanusiaan mendapat dana dari aktivitas perjudian, organisasi ini di bawah naungan salah satu kerabat Tien Soeharto dan Golongan Karya.

Mereka dimanfaatkan sebagai kekuatan untuk memenangkan Pemilu, mengingat pengetahuan mereka tentang wilayahnya, kekuatan, dan kenekatan, serta keberadaan mereka di tengah masyarakat.

Namun, usai 1982 preman dan orang-orang yang dituding sebagai penjahat dijinakkan Orde Baru dengan cara kekerasan kala Ali Moertopo menjabat Menteri Penerangan.

Meletusnya Petrus

Dalam laporan khusus majalah Tempo edisi 6 Oktober 2014 yang berjudul “Jeger-Jeger Petrus”, petrus (penembak misterius) berawal dari permintaan Soeharto agar aparat keamanan menindak penjahat pada 1 Januari 1982. Bak gayung bersambut, Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) Soedomo melakukan rangkaian operasi keamanan.

Kala itu, Leonardus Benjamin yang menjadi Panglima baru ABRI sekaligus Panglima Kopkamtib pada Maret 1983 meneruskan operasi yang bermula dari Soedomo tadi. Dari Yogyakarta, aksi petrus ini pada Mei 1983 meluas ke Jakarta. Hingga awal Agustus tahun 1983, telah ditemukan sekitar 60-an mayat di Jakarta.

Merujuk pada laporan dari J. Van der Kroef, diperkirakan korban hilang selama peristiwa petrus mencapai 4000 hingga 10.000 jiwa. Penemuan mayat itu ditemukan di permukiman padat yang waktu itu sedang mengalami perubahan besar missal Tanjung Priok, Manggarai dan sekitar Grogol. Mayat-mayat juga ditemui di pinggir kota lokasi pembangunan properti seperti di Kelapa Gading dan tol Jagorawi.

Menariknya, ada ciri yang sama di mayat-mayat itu, yakni bertato. Lantas, apa reaksi preman-preman itu?

Ada empat reaksi. Pertama adalah para preman berusaha menghapus tato di tubuh dengan membakar dengan setrika. Kedua, melarikan diri ke daerah lain misalnya eksodus besar preman ke Makassar. Ketiga, meminta perlindungan kepada aparat kepolisian dan keempat, para preman yang habis masa tahanannya tetap memilih berada di dalam lapas.

Pada medio 1985, operasi Clurit atau petrus ini berhenti. Menurut Tadie, pascapetrus, tempat-tempat yang sebelumnya jadi pangkalan kelompok preman tertentu berubah di Jakarta. Seperti di Manggarai yang jadi basis orang banjar yang mengendalikan wilayah tersebut menghilang tiba-tiba.

Selain itu, mereka juga bergabung dengan organisasi nasionalis seperti Pemuda Pancasila lantaran mereka mencari aman dan memerlukan back-up negara untuk memastikan kelangsungan hidup para preman tersebut.

Kendati demikian, pemerintah Orde Baru tidak pernah mengakui bahwa mereka adalah dalang dibalik pembunuhan preman. Bahkan, Benny Moerdani membantah jika pasukan keamanan terlibat dalam pembantaian preman. Dia menyebut jika pembunuhan itu terjadi sebab perang antargeng kriminal.

Namun, pengakuan secara tersirat justru datang dari Soeharto yang disampaikan kepada publik tahun 1989. Dalam buku otobiografi Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya yang ditulis oleh G. Dwipayana dan Ramadhan KH.

”Orang-orang jahat itu sudah bertindak melebihi batas perikemanusiaan. Apa hal itu mau didiamkan saja? Dengan sendirinya, kita harus mengadakan treatment, tindakan yang tegas. Tindakan tegas bagaimana? Ya, harus dengan kekerasan. Tetapi, kekerasan itu bukan lantas dengan tembakan, dor! dor! Begitu saja. Bukan! Tetapi yang melawan, ya, mereka mau tidak mau harus ditembak,” kata Soeharto dalam buku itu.

Dalam sebuah wawancara pada 1998, Benny Moerdani sempat mengakui tindakan pasukan intelijen dalam operasi pembunuhan preman. Dari buku Robert Edward Elson, Suharto: Sebuah Biografi Politik Benny menjelaskan jika pengadilan pun tidak mampu mengatasi gelombang kejahatan.

Pasukan intelijen pun membuntuti setiap penjahat yang dicurigai pemerintah untuk memastikan bahwa penjahat tersebut memang benar penjahat seperti penampilannya. Jika dugaan itu sudah diperkuat oleh beberapa hal, penjahat tersebut dihabisi begitu saja tanpa proses hukum secara jelas.

Bagaimanapun juga, premanisme memang bagian dari cerita dunia kelam, termasuk kasus Hercules yang merupakan pemimpin kelompok preman di Jakarta. Serentetan aksi premanisme era Orde Baru – Reformasi ini pernah tercatat melakukan aksi tindak kriminal seperti menyerang kantor indopos pada 2005 serta merusak ruko di kompleks PT Tjakra Multi Strategi pada 2013.

Menurut Fauzi, Hercules memang memiliki pengaruh penting di Jakarta. Koneksi dan jejaring dia dengan tokoh-tokoh seperti disebut dalam banyak media, kata Fauzi, tampak sudah menjadi pengetahuan umum warga Jakarta.

Meski begitu, preman pun membuat banyak orang terinspirasi mencipta karya. Misalnya saja musisi Ikang Fawzi yang pada 1987 melantunkan lagu “Preman” yang hits itu. (Uswatun)

Facebook
Twitter

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Yoyic Dairy Indonesia

Most Popular

Berkaca Pada Celine Evangelista, Begini Cara Menciptakan Hubungan yang Sehat dengan Ibu

TELENEWS.ID - Hubungan Celine Evangelita dengan ibundanya, Vicentia Nurul kembali memanas. Belum lama ini Vicentia membongkar aib Celine, terkait kandasnya rumah tangga...

Jakarta International Stadium: Mega Proyek yang Dilalui 5 Orang Gubernur DKI

TELENEWS.ID - Jakarta International Stadium atau JIS adalah salah satu mega proyek Indonesia yang menyimpan banyak makna. Tidak hanya sarat dengan capital...

Jangan Panik, Ini Tips untuk Mengatasi Anak-anak yang Tidak Suka Makan Sayur dan Buah

TELENEWS.ID - Anak-anak memang tidak begitu menyukai buah dan sayuran. Padahal kedua jenis makanan itu merupakan sumber serat yang baik bagi kesehatan...

Rachmat Gobel Diisukan Jadi Menteri Pertanian?

TELENEWS.ID - Nama Rachmat Gobel belakang santer diisukan akan menjadi jajaran kabinet Presiden Jokowi. Rumor tersebut adalah pertimbangan dari beberapa pengamat politik...